Minahasa Utara – Proses evakuasi dramatis terjadi di jalur pendakian Gunung Klabat, Kabupaten Minahasa Utara, ketika seorang pendaki asal Kota Manado mengalami cedera pada kedua kakinya dan harus diselamatkan oleh Tim SAR gabungan. Peristiwa ini terjadi pada Kamis dini hari dan menarik perhatian publik, terutama di kalangan pecinta alam Sulawesi Utara.
Pendaki tersebut diketahui mendaki Gunung Klabat bersama empat temannya sejak Senin sore. Namun perjalanan yang mereka tempuh berubah menjadi insiden darurat saat korban mengalami cedera pergelangan kaki, baik kiri maupun kanan, saat berada di Pos 5 jalur pendakian.
Menurut laporan dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Manado, korban ditemukan dalam kondisi terluka dan tidak mampu melanjutkan perjalanan secara mandiri. Sementara itu, teman-temannya berupaya memberikan pertolongan sebisanya sebelum akhirnya bertemu dengan seorang anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) yang kebetulan sedang mendaki bersama tamu. Kejadian tersebut segera dilaporkan ke Basarnas Manado untuk dilakukan evakuasi.

Tim SAR Gabungan Dikerahkan dalam Waktu Singkat
Begitu menerima informasi, Basarnas Manado langsung mengerahkan personel dari tim SAR gabungan untuk melakukan evakuasi. Proses pencarian dan penyelamatan dilakukan melalui jalur darat, menyesuaikan dengan kondisi geografis Gunung Klabat yang memiliki trek cukup terjal dan penuh tantangan.
Koordinator Lapangan dari Basarnas, Andre Kembi, mengungkapkan bahwa tim bergerak cepat setelah menerima laporan dan segera menyesuaikan peralatan serta perlengkapan yang dibutuhkan untuk menyelamatkan korban.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan penanganan medis awal di lokasi, korban kemudian dievakuasi menuruni gunung oleh tim SAR gabungan. Sesampainya di bawah, ia langsung dibawa ke kantor Basarnas Manado untuk kemudian diserahkan ke pihak keluarga,” ujar Kembi kepada media.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan evakuasi ini merupakan hasil kerja sama dan koordinasi cepat antara tim SAR, relawan, serta pihak-pihak lain yang berada di jalur pendakian saat kejadian berlangsung.

Cedera di Titik Rawan Jalur Pendakian
Pos 5 Gunung Klabat memang dikenal sebagai salah satu titik menantang dalam jalur pendakian gunung tertinggi di Sulawesi Utara itu. Kondisi medan yang curam dan berbatu kerap kali memicu kecelakaan, terutama bagi pendaki yang tidak dalam kondisi prima atau kurang persiapan.
Kejadian yang menimpa korban menjadi pengingat bahwa pendakian gunung bukan sekadar aktivitas wisata alam, namun juga menuntut kesiapan fisik dan logistik yang memadai. Berdasarkan keterangan dari beberapa pendaki lain yang berada di lokasi pada saat itu, cuaca di kawasan tersebut juga mulai berkabut sejak sore hari, sehingga visibilitas terbatas dan jalur semakin licin.
“Dia mengalami kesulitan berjalan dan terlihat sangat kesakitan. Kami bantu semampunya, tetapi karena kami juga membawa barang bawaan dan kondisi jalur tidak mudah, kami bersyukur bisa bertemu dengan anggota RAPI yang langsung membantu menghubungi Basarnas,” tutur salah satu rekan korban yang turut serta dalam pendakian.

Dukungan Relawan dan Organisasi Komunitas
Selain tim SAR dari Basarnas, proses evakuasi ini juga melibatkan relawan dari beberapa komunitas pencinta alam dan komunikasi darurat, termasuk dari RAPI dan Mapala universitas setempat. Peran komunitas ini sangat penting dalam mempercepat respons karena mereka kerap kali memiliki pengetahuan medan yang lebih baik serta kepekaan terhadap kondisi darurat di alam bebas.
Kepala Kantor Basarnas Manado, Mexianus Bekabel, menyampaikan apresiasinya terhadap keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya penyelamatan.
“Koordinasi dan komunikasi yang baik antar lembaga dan komunitas merupakan kunci dari keberhasilan operasi SAR kali ini. Kami juga mengimbau kepada seluruh pendaki agar selalu memprioritaskan keselamatan dalam setiap kegiatan,” kata Bekabel.
Ia menambahkan bahwa pendakian gunung memerlukan persiapan yang matang, mulai dari pengecekan kondisi fisik, perlengkapan, hingga pemahaman akan jalur yang akan ditempuh. Ia berharap kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, khususnya para pendaki pemula.

Kondisi Korban Stabil, Keluarga Ucapkan Terima Kasih
Setelah berhasil dievakuasi, korban segera mendapatkan penanganan medis lanjutan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk. Tim medis Basarnas memastikan bahwa cedera yang dialami tidak membahayakan jiwa, namun tetap membutuhkan waktu pemulihan yang cukup.
Keluarga korban yang menunggu dengan cemas di kantor Basarnas Manado akhirnya dapat bernapas lega setelah menerima kabar bahwa anak mereka telah berhasil diselamatkan.
“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas kerja keras semua tim yang telah menyelamatkan anak kami. Kami tidak tahu harus bagaimana jika tidak ada bantuan cepat dari Basarnas dan para relawan,” ucap ayah korban dengan mata berkaca-kaca.
Kejadian ini menggugah simpati warga Manado dan netizen Sulawesi Utara, yang ramai-ramai memberikan dukungan dan pujian kepada para petugas yang terlibat dalam operasi penyelamatan. Banyak dari mereka yang mengunggah ucapan terima kasih melalui media sosial dan menandai akun resmi Basarnas sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka.

Gunung Klabat: Daya Tarik dan Tantangan
Gunung Klabat dengan ketinggian 1.990 meter di atas permukaan laut merupakan ikon pendakian di Sulawesi Utara. Jalur pendakiannya cukup populer di kalangan pendaki lokal maupun luar daerah, terutama karena pemandangan kawah dan lanskap Manado dari puncaknya yang menakjubkan.
Namun keindahan ini juga menyimpan tantangan tersendiri. Jalur yang curam, cuaca yang berubah-ubah, serta minimnya fasilitas pendukung menjadikan pendakian di gunung ini hanya direkomendasikan bagi mereka yang telah memiliki pengalaman dan kesiapan yang cukup.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus kecelakaan serupa sempat terjadi. Meskipun tidak selalu berujung fatal, insiden-insiden tersebut mencerminkan pentingnya pengawasan dan edukasi kepada calon pendaki.
“Gunung Klabat bukanlah jalur wisata ringan. Pendaki harus menyadari potensi risiko dan selalu mengutamakan keselamatan. Minimal membawa peralatan medis darurat dan memberi tahu keluarga atau otoritas setempat sebelum naik,” kata Aditya Malonda, penggiat Mapala dari salah satu universitas di Manado.

Peran Komunikasi Darurat Semakin Vital
Keberhasilan evakuasi ini sekali lagi menunjukkan pentingnya sistem komunikasi darurat yang terorganisir. Dalam hal ini, kehadiran anggota RAPI yang sigap melaporkan kejadian menjadi kunci utama dalam memulai proses penyelamatan.
Organisasi seperti RAPI selama ini menjadi mitra strategis Basarnas dan BNPB dalam berbagai operasi kebencanaan dan SAR. Mereka memiliki kemampuan teknis untuk menjangkau daerah-daerah tanpa sinyal seluler serta pengalaman dalam navigasi medan sulit.
“Kami terbiasa bekerja dalam kondisi darurat dan siap membantu kapan saja. Jika bukan karena keberadaan kami di jalur pendakian, mungkin laporan akan lebih lambat diterima,” ujar salah satu anggota RAPI yang ikut dalam pendakian tersebut.

Imbauan untuk Pendaki di Musim Liburan
Dengan semakin dekatnya musim libur sekolah dan perayaan keagamaan, jalur pendakian Gunung Klabat diperkirakan akan kembali ramai dikunjungi. Basarnas dan komunitas pencinta alam telah mengeluarkan sejumlah imbauan agar insiden serupa tidak kembali terjadi.
Beberapa poin penting yang disampaikan antara lain:
- Memastikan kondisi fisik dalam keadaan prima sebelum mendaki.
- Tidak memaksakan diri melanjutkan perjalanan jika mengalami kelelahan atau cedera ringan.
- Selalu membawa alat komunikasi yang memadai, termasuk HT jika memungkinkan.
- Menginformasikan rencana pendakian kepada keluarga dan otoritas setempat.
Kepala Seksi Operasi Basarnas Manado, Rinto Bawole, juga menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan kepada komunitas pecinta alam.
“Kami siap mendampingi atau memberikan pelatihan dasar SAR bagi komunitas pendaki. Hal ini agar mereka tahu apa yang harus dilakukan saat menghadapi kondisi darurat,” ujarnya.
Evakuasi pendaki di Gunung Klabat bukan hanya menunjukkan kecepatan dan kesiapan petugas, tetapi juga menjadi pengingat bahwa aktivitas di alam bebas selalu mengandung risiko. Kerja sama antar lembaga, komunitas, dan masyarakat menjadi fondasi kuat dalam menjaga keselamatan dan kelestarian alam.
Kejadian ini juga memberikan pelajaran berharga bagi seluruh pendaki agar tidak pernah meremehkan persiapan dan pentingnya keselamatan selama berada di jalur pendakian. Sebab, meski niatnya hanya untuk menikmati keindahan alam, setiap langkah di gunung adalah tanggung jawab atas keselamatan diri dan tim.