Manado — Dalam suasana penuh kedamaian, ratusan umat Buddha dari berbagai daerah di Sulawesi Utara berkumpul di Vihara Dhamma Dipa, Kota Manado, untuk memperingati Hari Tri Suci Waisak 2669 BE tahun 2025. Ibadah Puja Bhakti yang digelar pada perayaan tersebut berlangsung khidmat dan menyentuh, membawa nuansa religius yang mendalam bagi seluruh peserta yang hadir.

Kegiatan dimulai dengan ritual Pradaksina, yakni berjalan mengelilingi vihara sebanyak tiga kali. Langkah demi langkah para umat dilakukan sambil merenungkan ajaran-ajaran luhur Sang Buddha yang menginspirasi kehidupan dalam welas asih, pengendalian diri, dan kebijaksanaan. Usai Pradaksina, umat memasuki ruang utama vihara dan duduk dalam sikap anjali, mengatupkan tangan sebagai bentuk penghormatan tertinggi kepada Guru Agung, Sang Buddha.

Puja Bhakti dipimpin oleh Bhikkhu senior, Yathiko Thera, yang memandu pembacaan Paritta suci, yakni ayat-ayat doa dalam bahasa Pali yang sarat makna perlindungan dan kebaikan. Dalam khotbah singkatnya, Bante Yathiko menegaskan kembali esensi Tri Suci Waisak yang memperingati tiga peristiwa agung dalam kehidupan Buddha: kelahiran, pencerahan, dan parinibbana.

“Hari Waisak bukan sekadar perayaan, melainkan momen refleksi untuk mengingat bahwa dalam diri setiap manusia terdapat benih kebuddhaan. Melalui pengendalian diri, welas asih, dan kebijaksanaan, kita bisa ikut membangun dunia yang damai,” ujar Bhikkhu Yathiko Thera dalam puja bhakti yang disambut anggukan khusyuk umat.

Makna Waisak 2669 BE: Mewujudkan Perdamaian Dunia dengan Pengendalian Diri

Tema Waisak tahun ini adalah “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia”. Sebuah tema yang relevan dengan kondisi dunia masa kini yang dipenuhi gejolak sosial, konflik, dan ketegangan antarbangsa.

Menurut panitia pelaksana, pemilihan tema ini bertujuan menggugah kesadaran masyarakat agar mulai dari diri sendiri dalam menciptakan perubahan positif. Disiplin batin, bukan hanya menjadi praktik spiritual individual, tetapi juga kontribusi nyata terhadap keharmonisan sosial.

“Waisak bukan sekadar ritual, tapi momentum membangun pribadi luhur yang mampu mengendalikan hawa nafsu, mengembangkan cinta kasih universal, dan membina kebijaksanaan dalam bertindak,” terang Purnama Wijaya, Ketua Panitia Perayaan Waisak 2669 BE di Vihara Dhamma Dipa.

Wali Kota Manado: Ajaran Buddha Relevan untuk Pembangunan Karakter

Turut hadir dalam perayaan tersebut Wali Kota Manado, Andrei Angouw. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Sang Buddha sangat relevan dengan upaya membangun masyarakat yang inklusif dan damai.

“Kita hidup di tengah keragaman. Ajaran Buddha tentang pengendalian diri dan welas asih memiliki makna penting dalam menjaga harmoni sosial di kota ini,” ucap Andrei Angouw.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah kota sangat menghargai eksistensi komunitas Buddha di Manado dan mendukung penuh kegiatan keagamaan yang mendidik masyarakat dalam hal moralitas dan toleransi.

“Saya percaya, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti cinta kasih, kejujuran, dan pengendalian diri, Manado bisa menjadi kota yang bukan hanya indah secara fisik, tetapi juga secara batin,” tegasnya.

Refleksi dan Kesadaran Sosial: Waisak Sebagai Ajang Introspeksi

Selain aspek spiritual, Waisak juga menjadi momen untuk introspeksi sosial. Banyak umat yang datang dengan harapan baru dan keinginan memperbaiki kualitas hidup secara menyeluruh. Perayaan ini mengajarkan bahwa ketenangan batin tidak bisa dicapai tanpa perdamaian sosial dan harmoni dengan lingkungan sekitar.

Mariani Kusumo, seorang umat dari Tomohon yang rutin hadir di perayaan Waisak di Manado, menyampaikan bahwa ibadah tahun ini terasa sangat bermakna.

“Saya merasa tenang. Di tengah kesibukan dunia yang penuh tekanan, merenung di hari Waisak memberi ruang bagi saya untuk menata kembali tujuan hidup,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya menerapkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam momen seremonial.

Praktik Dharma dalam Kehidupan Sehari-hari: Membumikan Ajaran Buddha

Selain ritual dan doa, Waisak di Vihara Dhamma Dipa juga diisi dengan berbagai kegiatan pendukung, seperti donor darah, pembagian paket sembako, dan bakti sosial membersihkan area lingkungan sekitar vihara. Umat Buddha yang hadir diajak untuk tidak hanya melatih batin di dalam vihara, tetapi juga menyalurkan kebajikan secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat.

Sri Widya, relawan muda yang terlibat dalam aksi sosial, menyebut kegiatan ini sebagai bentuk nyata praktik Dharma.

“Kita diajarkan untuk tidak hanya berdoa, tetapi juga bertindak. Melalui kegiatan sosial, kami ingin menyebarkan cinta kasih dan membantu sesama tanpa memandang latar belakang,” jelasnya.

Vihara Dhamma Dipa: Pusat Spiritualitas dan Pendidikan Dharma di Sulawesi Utara

Vihara Dhamma Dipa yang berlokasi di pusat Kota Manado telah lama menjadi pusat pembinaan umat Buddha di Sulawesi Utara. Setiap tahun, vihara ini menjadi tuan rumah dalam berbagai kegiatan keagamaan, pelatihan meditasi, hingga penyuluhan Dharma untuk anak-anak dan remaja.

Bhikkhu Yathiko menyebut bahwa peran vihara tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan spiritual dan karakter.

“Kita membina anak-anak muda agar menjadi generasi yang bermoral. Dharma bukan hanya dogma, tetapi pedoman untuk hidup yang bermakna,” paparnya.

Harmoni Antarumat Beragama: Semangat Toleransi di Hari Waisak

Waisak di Manado tahun ini tidak hanya dihadiri oleh umat Buddha. Sejumlah tokoh agama dari agama lain turut hadir memberikan ucapan selamat dan menunjukkan solidaritas antarumat beragama. Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Manado, H. Muhlis Mangkat, hadir bersama perwakilan FKUB.

“Semangat Waisak adalah semangat universal. Ini adalah wujud toleransi antarumat beragama yang nyata di Manado,” kata H. Muhlis.

Kehadiran lintas agama dalam perayaan Waisak menjadi simbol kuat bahwa kerukunan bukan hanya slogan, tetapi realitas yang dijaga bersama.

Mengangkat Kearifan Lokal: Seni Budaya dalam Perayaan Waisak

Menariknya, dalam perayaan kali ini ditampilkan pula berbagai atraksi seni budaya Buddhis seperti tarian sembah sujud dan lantunan lagu-lagu kebajikan dalam bahasa Pali dan Indonesia. Anak-anak dari Sekolah Minggu Buddha turut mempersembahkan pertunjukan drama pendek mengenai kisah hidup Siddhartha Gautama.

Penampilan mereka bukan hanya menghibur, tetapi juga mendidik. Orang tua yang hadir pun tampak bangga melihat anak-anak mereka mengenal ajaran leluhur melalui seni dan ekspresi kreatif.

Waisak Sebagai Kompas Kehidupan

Puja Bhakti Waisak 2669 BE di Vihara Dhamma Dipa bukan sekadar acara seremonial tahunan. Lebih dari itu, ia menjadi ajang penguatan moral, refleksi batin, dan komitmen umat Buddha untuk menjalani hidup yang selaras dengan Dharma.

Dari pembacaan Paritta yang syahdu, hingga pesan-pesan welas asih dan aksi nyata yang membumikan ajaran Buddha, semuanya membentuk sebuah narasi penting tentang kehidupan damai, harmonis, dan penuh cinta kasih.

Perayaan ini meninggalkan jejak spiritual yang mendalam bagi semua yang hadir—bahwa perubahan dunia dimulai dari perubahan diri sendiri. Bahwa ketenangan batin bukan hasil dari menghindar, tetapi dari menghadapi hidup dengan kesadaran penuh dan hati yang terbuka.

“Jika ingin melihat dunia damai, mulailah dari pikiran sendiri,” pesan penutup dari Bhikkhu Yathiko yang mengakhiri seluruh rangkaian ibadah hari itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *