MANADO — Polisi resmi menahan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Pdt. Dr. Hein Arina, pada Kamis (17/4/2025) sore, usai menjalani pemeriksaan intensif selama hampir lima jam oleh tim penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sulawesi Utara. Penahanan Hein Arina ini menambah daftar tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Sulut ke Sinode GMIM yang sebelumnya sudah menetapkan dan menahan empat tersangka lainnya.
Penahanan dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan mendalam terhadap Hein Arina terkait dugaan keterlibatannya dalam penyalahgunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang dialokasikan kepada Sinode GMIM selama periode 2020 hingga 2023. Dana tersebut seharusnya diperuntukkan bagi kegiatan pelayanan gereja, pembangunan sarana ibadah, serta program sosial keumatan, namun diduga diselewengkan hingga merugikan negara hampir mencapai Rp9 miliar.

Pemeriksaan Berlangsung Lima Jam, Hein Arina Keluar dengan Baju Tahanan
Pemeriksaan terhadap Hein Arina dimulai sejak siang hari di ruang penyidik Tipikor Polda Sulut. Sekitar pukul 17.00 WITA, Hein Arina keluar dari ruang penyidikan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Ia dikawal ketat oleh beberapa anggota kepolisian menuju ruang tahanan di Mapolda Sulut.
Situasi saat itu tampak tegang namun tertib. Sejumlah jurnalis yang telah menunggu sejak siang mencoba meminta keterangan dari Hein Arina, namun tidak mendapat tanggapan. Dengan wajah tegas dan sedikit murung, Hein langsung masuk ke ruang tahanan tanpa sepatah kata pun.
Sumber di lingkungan penyidik menyebutkan bahwa Hein Arina diduga memiliki peran penting dalam pengelolaan dana hibah yang bermasalah tersebut, terutama dalam proses distribusi anggaran dan pertanggungjawabannya di lingkungan internal Sinode.

Janny Rende: Kami Dukung Proses Hukum
Menyikapi penahanan Hein Arina, Penjabat Ketua BPMS Sinode GMIM, Pdt. Janny Rende, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati dan mendukung penuh seluruh proses hukum yang sedang berjalan.
“Kami sebagai institusi gereja menghormati langkah hukum yang sedang berlangsung. Kami percaya, hukum akan ditegakkan dengan adil dan transparan. Biarlah ini menjadi pelajaran bagi semua pihak,” ujar Janny Rende ketika dikonfirmasi wartawan di Kantor Sinode GMIM, Tomohon.
Ia juga mengimbau seluruh jemaat GMIM untuk tetap tenang, menjaga suasana kondusif, serta tetap fokus pada tugas pelayanan dan penguatan iman di tengah masyarakat.

5 Tersangka Ditahan, Negara Diduga Rugi Rp9 Miliar
Penahanan Hein Arina melengkapi jumlah tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini menjadi lima orang. Empat tersangka lainnya sebelumnya telah ditahan oleh Polda Sulut sejak awal April 2025 lalu. Mereka terdiri atas dua pejabat di lingkungan Sinode GMIM dan dua orang yang terlibat langsung dalam pencairan dan penggunaan dana hibah tersebut.
Direktur Reskrimsus Polda Sulut, Kombes Pol. Rio Permana, dalam keterangannya menyatakan bahwa hasil audit sementara menyebutkan negara mengalami kerugian mencapai Rp8,9 miliar dari total dana hibah yang disalurkan sejak 2020 hingga 2023.
“Modusnya meliputi penggelembungan anggaran kegiatan, pemalsuan dokumen pertanggungjawaban, serta aliran dana ke rekening pribadi yang tidak sesuai dengan peruntukan hibah,” jelas Rio.
Penyidik saat ini juga tengah menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk sejumlah pejabat pemerintah daerah yang terkait dalam proses penyaluran dan pengawasan dana hibah tersebut.

Latar Belakang Kasus: Dana Hibah untuk Pelayanan, Berujung Masalah Hukum
Dana hibah yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode GMIM sejak tahun 2020 diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan, termasuk pembangunan rumah ibadah, pelatihan kepemimpinan gereja, serta bantuan sosial kepada jemaat di wilayah pelayanan GMIM yang tersebar di seluruh Sulawesi Utara.
Namun, sejak awal 2024, laporan dari sejumlah jemaat dan aktivis gereja mulai mencuat ke publik. Mereka mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut. Laporan ini akhirnya ditindaklanjuti oleh lembaga antikorupsi dan kepolisian, hingga Polda Sulut melakukan serangkaian pemeriksaan sejak pertengahan tahun lalu.
Pada akhir 2024, penyidik resmi menaikkan status kasus ke tahap penyidikan dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk bendahara, pejabat struktural gereja, hingga beberapa kontraktor yang bekerja sama dalam pelaksanaan proyek-proyek gereja.

Apa Selanjutnya?
Dengan status Hein Arina yang kini resmi menjadi tahanan polisi, fokus penyidik selanjutnya adalah memperdalam aliran dana serta menetapkan apakah masih ada tersangka baru dalam kasus ini. Penyidik juga akan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi Sulut untuk proses pelimpahan berkas perkara ke tahap penuntutan.
Polda Sulut menyatakan akan bersikap transparan dalam penanganan kasus ini dan menjamin bahwa proses hukum akan berjalan tanpa intervensi dari pihak mana pun, termasuk dari lembaga keagamaan.
Penahanan Ketua Sinode GMIM Hein Arina menjadi babak baru dalam pengungkapan kasus korupsi dana hibah keagamaan yang menyeret institusi gereja ternama di Sulawesi Utara. Dengan total lima orang tersangka dan potensi kerugian negara mencapai hampir Rp9 miliar, kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi ujian besar bagi transparansi serta integritas lembaga keagamaan di Indonesia.
Masyarakat dan jemaat kini menantikan penyelesaian kasus ini secara tuntas dan adil, demi mengembalikan kepercayaan terhadap institusi pelayanan umat yang selama ini menjadi tulang punggung spiritual di Bumi Nyiur Melambai.