Manado – Aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa, bersamaan dengan sejumlah aliansi masyarakat dan pengemudi ojek online, di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Utara berakhir ricuh pada Senin sore (1/9). Meskipun pendemo sudah diperingatkan beberapa kali untuk membubarkan diri setelah melewati tenggat waktu hingga pukul 18.00 WITA, massa tetap bertahan di lokasi dan melakukan lemparan batu dan botol ke arah aparat keamanan.
Sejak siang hari, para pengunjuk rasa menuntut aspirasi mereka diterima langsung oleh anggota dewan. Usai mencapai batas waktu yang diperbolehkan, petugas kepolisian dari Satbrimob Polda Sulut turun tangan. Mereka mengerahkan tiga kendaraan taktis dan mobil water cannon, sekaligus menembakkan gas air mata ke arah massa sebagai langkah pembubaran paksa. Komisaris Besar Agung Anggoro, Dansat Brimob Polda Sulut, menyatakan bahwa keputusan menertibkan massa dilakukan sesuai dengan batas izin yang ditetapkan hukum, karena massa enggan meninggalkan area meski sudah diberi imbauan berkali-kali.
Kejadian serupa terjadi di beberapa daerah Indonesia selama gelombang unjuk rasa nasional pada Agustus–September 2025. Aparat kepolisian di berbagai provinsi juga menggunakan gas air mata untuk menghadapi demonstrasi yang dinilai sudah melewati batas hukum atau memicu konflik dengan aparat keamanan. Pembubaran paksa ini menjadi sorotan karena melibatkan penggunaan alat kendali massa di tengah tuntutan mahasiswa dan elemen masyarakat yang mempertanyakan legitimasi tindakan petugas. Kepolisian menekankan bahwa tindakan diambil sesuai prosedur setelah waktu unjuk rasa berakhir dan adanya provokasi dari massa aksi.