MINAHASA – Persoalan sampah kembali menjadi perhatian serius warga, kali ini di Desa Kali, Kabupaten Minahasa. Di desa yang sejuk dan berada di kawasan perbukitan ini, masalah lingkungan justru mencuat akibat tumpukan sampah yang berserakan di pinggiran jalan utama. Lokasi tersebut kini menjadi tempat pembuangan sampah liar oleh warga, dan keberadaannya menimbulkan keresahan masyarakat setempat.

Tumpukan sampah tersebut tidak hanya merusak estetika lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan warga. Beragam jenis sampah rumah tangga hingga limbah plastik menumpuk tanpa penanganan yang layak. Kondisi ini diperparah oleh tidak tersedianya kendaraan pengangkut sampah milik desa atau pihak pengelola kebersihan, sehingga banyak warga memilih membuang sampah ke lokasi yang berada di tepi jalan tersebut.

Masalah Bertahun-tahun yang Tak Kunjung Diselesaikan

Permasalahan ini bukan baru muncul dalam beberapa pekan terakhir. Menurut warga, tumpukan sampah di pinggir jalan penghubung antara Minahasa dan Tomohon ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga mengeluhkan bau menyengat yang kerap tercium, terutama saat angin bertiup ke arah pemukiman.

“Setiap hari, kami harus mencium bau tidak sedap. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga soal kesehatan kami. Anak-anak jadi sering batuk dan pilek, dan kami khawatir ini karena lingkungan yang kotor,” ujar Benny Tangkere, salah satu warga yang rumahnya berjarak tak lebih dari 50 meter dari lokasi pembuangan sampah tersebut.

Menurut Benny, warga telah beberapa kali menyampaikan keluhan ini kepada aparat desa maupun ke dinas terkait. Namun, hingga kini belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut secara permanen.

Potensi Menjadi Sarang Penyakit dan Bencana Lingkungan

Selain berdampak pada kesehatan, lokasi tumpukan sampah tersebut berada di area yang rawan bencana. Saat musim hujan tiba, air yang membawa limbah dari sampah sering meluber ke badan jalan. Aliran air yang tercemar tersebut bukan hanya menyebarkan bau, tetapi juga menimbulkan genangan yang memicu kerusakan infrastruktur.

“Beberapa bulan lalu saat hujan deras, air dari lokasi tumpukan sampah ini mengalir sampai ke depan rumah. Bahkan sempat ada longsor kecil karena struktur tanah yang labil,” ungkap Yohana Palit, ibu rumah tangga yang tinggal tak jauh dari area tersebut.

Ruas jalan tempat sampah menumpuk juga merupakan jalur penting yang menghubungkan dua daerah, yakni Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon. Keberadaan sampah di pinggir jalan sangat membahayakan pengguna kendaraan, terlebih saat malam hari. Minimnya penerangan jalan dan medan yang curam membuat pengemudi harus ekstra hati-hati. Dalam beberapa kasus, pengendara bahkan terpaksa menghindari jalan tersebut saat malam demi keselamatan.

Kurangnya Kesadaran dan Fasilitas Pengelolaan Sampah

Persoalan ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi kelalaian pemerintah, karena terdapat pula aspek kesadaran masyarakat yang belum sepenuhnya terbangun. Banyak warga masih menganggap membuang sampah di pinggir jalan sebagai solusi instan atas ketiadaan tempat pembuangan sampah yang memadai.

Menurut tokoh masyarakat setempat, Pdt. Elly Rondonuwu, sebagian besar warga tidak memiliki tempat sampah permanen di rumah mereka. Pengangkutan sampah juga belum berjalan efektif karena tidak ada sistem iuran atau petugas yang ditugaskan secara tetap.

“Kami tidak ingin saling menyalahkan. Yang kami inginkan adalah solusi nyata. Pemerintah sebaiknya menyediakan kontainer atau tempat sampah yang bisa dijangkau warga. Kalau tidak, persoalan ini akan terus berulang,” jelas Rondonuwu.

Beberapa pihak juga menyoroti kurangnya edukasi lingkungan kepada warga. Upaya penyuluhan dan pembinaan dari pemerintah desa atau dinas lingkungan hidup dinilai masih sangat minim. Akibatnya, budaya hidup bersih dan tanggung jawab terhadap sampah belum sepenuhnya terbentuk.

Respons Pemerintah Desa dan Dinas Terkait

Kepala Desa Kali, James Senduk, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah menyampaikan persoalan ini kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Minahasa. Namun, hingga kini belum ada respons yang signifikan.

“Kami sudah usulkan bantuan kendaraan sampah sejak tahun lalu, tapi sampai sekarang belum dikabulkan. Sementara itu, kami hanya bisa mengimbau warga agar tidak membuang sampah sembarangan. Namun tanpa fasilitas yang memadai, imbauan ini sulit ditegakkan,” jelasnya.

James menambahkan bahwa pihak desa sebenarnya sempat menginisiasi kerja bakti dan penutupan area tersebut agar tidak digunakan lagi sebagai tempat pembuangan sampah. Namun, karena kurangnya pengawasan dan tidak adanya tempat alternatif, kebiasaan membuang sampah di tempat itu kembali terjadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Minahasa, Drs. Frits Tumiwa, menyampaikan bahwa pihaknya akan meninjau lokasi dan merencanakan penanganan lebih lanjut.

“Kami sudah menerima laporan dari aparat desa. Tahun ini kami memang terkendala anggaran, namun kami akan memasukkan Desa Kali sebagai prioritas dalam program penataan lingkungan tahun depan,” ucap Tumiwa dalam keterangannya kepada media lokal.

Tumiwa juga menambahkan bahwa solusi jangka pendek yang bisa dilakukan adalah penempatan bak sampah sementara dan pengaturan jadwal pengangkutan. Namun, realisasi ini masih menunggu koordinasi lintas sektor dan alokasi anggaran tambahan.

Usulan dan Harapan Masyarakat

Sejumlah warga menyarankan agar pemerintah menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas. Salah satu inisiatif yang diusulkan adalah pembentukan kelompok kerja (pokja) pengelola sampah yang bisa bekerja sama dengan bank sampah atau LSM lingkungan. Model ini dinilai lebih realistis dibandingkan hanya mengandalkan pemerintah daerah.

“Kalau ada kelompok yang dibentuk warga dan didukung oleh desa, pengelolaan sampah bisa lebih terarah. Misalnya sampah organik bisa dijadikan kompos, sementara sampah plastik bisa dikumpulkan untuk didaur ulang,” ujar Irwan Kalesaran, mahasiswa lingkungan asal Desa Kali.

Beberapa tokoh gereja dan pemuda juga mengusulkan agar gereja dan sekolah dilibatkan dalam kampanye kebersihan lingkungan. Melalui pendekatan berbasis komunitas dan edukasi yang berkelanjutan, diharapkan perubahan pola pikir masyarakat terhadap kebersihan dapat ditanamkan sejak dini.

Risiko Pembiaran yang Berkepanjangan

Apabila tidak segera ditangani, tumpukan sampah ini tidak hanya mengganggu kenyamanan warga, tetapi juga berpotensi menimbulkan krisis kesehatan dan kerusakan lingkungan yang lebih besar. Genangan air yang tercemar dapat menjadi sarang nyamuk penyebab demam berdarah, sementara kontaminasi air tanah juga bisa merugikan kesehatan dalam jangka panjang.

“Kalau sampah ini dibiarkan terus-menerus, bukan hanya penyakit yang muncul, tapi juga bisa merusak nama baik desa. Apalagi sekarang banyak wisatawan yang lewat jalur ini menuju Tomohon. Masa kita sambut mereka dengan pemandangan sampah?” ujar Fenny Mewengkang, pelaku UMKM yang menjual produk lokal di tepi jalan tersebut. Permasalahan sampah di Desa Kali mencerminkan betapa kompleksnya isu lingkungan di tingkat desa. Perlu sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk menanggulangi masalah ini secara menyeluruh. Penanganan tumpukan sampah bukan hanya soal kebersihan, melainkan bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan hidup. Warga berharap agar masalah ini segera mendapatkan perhatian serius sebelum menimbulkan bencana yang lebih besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *