Bitung, Sulawesi Utara – Upaya penegakan hukum atas dugaan korupsi dana perjalanan dinas fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Kota Bitung terus bergulir. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung resmi mencegah 26 orang untuk bepergian ke luar negeri. Langkah ini ditempuh guna memperlancar proses penyidikan dalam kasus dugaan penyimpangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tahun anggaran 2022 dan 2023.

Pencegahan ini tidak hanya mencerminkan keseriusan penegak hukum dalam mengungkap praktik korupsi di lembaga legislatif, namun juga sebagai bentuk antisipasi agar para pihak yang diperiksa tidak menghindari proses hukum.

Langkah Tegas Kejari Bitung

Kepala Kejaksaan Negeri Bitung, Yadyn Palembangan, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan pencegahan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Nama-nama yang dicegah terdiri dari 17 anggota DPRD Kota Bitung periode 2014–2019 serta 9 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di lingkungan Sekretariat DPRD.

Langkah pencegahan dilakukan untuk mengamankan jalannya penyidikan karena sejumlah pihak yang telah diperiksa diketahui memiliki potensi untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, bahkan dua orang saksi sudah lebih dahulu meninggalkan Indonesia sebelum dipanggil penyidik.

“Pencegahan ini merupakan bentuk tindakan preventif. Dua orang yang sebelumnya menjadi saksi dalam kasus ini sudah melarikan diri ke luar negeri. Kami tidak ingin hal ini terulang lagi,” tegas Yadyn Palembangan.

Dugaan Penyimpangan Dana SPPD

Kasus ini mencuat setelah audit internal menemukan adanya perjalanan dinas yang tidak sesuai prosedur. Sejumlah kegiatan dinas luar kota diduga tidak pernah dilaksanakan, namun anggaran telah dicairkan dan dipertanggungjawabkan seolah-olah perjalanan tersebut benar-benar terjadi.

Modus operandi yang dilakukan yakni dengan memalsukan laporan perjalanan, membuat tiket dan bukti penginapan palsu, serta mengklaim biaya harian dan transportasi padahal tidak ada kegiatan di luar kota. Temuan awal menyebutkan, dugaan kerugian negara mencapai angka miliaran rupiah.

“Modus ini sudah berjalan sistematis. Ada keterlibatan pihak-pihak dari dalam lembaga, baik di tingkat legislatif maupun sekretariat,” ungkap seorang sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya.

Nama-Nama yang Sudah Diperiksa

Sejak kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan, Kejari Bitung telah memanggil puluhan saksi untuk dimintai keterangan. Di antara yang diperiksa terdapat nama-nama legislatif yang kini kembali menjabat sebagai anggota DPRD hasil Pemilu 2024.

Meski begitu, Kejari menegaskan bahwa proses hukum berjalan independen dan tidak mengenal status jabatan. Yadyn Palembangan memastikan tidak ada yang diistimewakan dalam proses ini, termasuk para anggota DPRD yang kini kembali terpilih.

“Tidak ada intervensi. Kami bekerja sesuai dengan fakta hukum. Jabatan bukan tameng dari proses penegakan hukum,” tegasnya.

Reaksi DPRD dan Sekretariat

Sementara itu, pimpinan DPRD Kota Bitung belum memberikan keterangan resmi atas pencegahan 17 anggotanya tersebut. Namun dari pantauan awak media, beberapa anggota dewan terlihat tidak menghadiri sejumlah agenda resmi DPRD dalam beberapa hari terakhir.

Di lingkungan Sekretariat DPRD, suasana kerja dilaporkan berjalan seperti biasa. Namun sejumlah ASN mengakui bahwa pemeriksaan oleh Kejari memberikan tekanan psikologis di lingkungan kerja.

“Kami tetap bekerja seperti biasa, tapi memang ada rasa was-was. Apalagi teman-teman kami sudah banyak yang dimintai keterangan,” kata seorang ASN di sekretariat DPRD.

Dampak Terhadap Layanan Publik

Meski belum ada penetapan tersangka, proses penyidikan ini membawa dampak terhadap stabilitas kinerja lembaga DPRD Kota Bitung. Beberapa agenda penting seperti pembahasan rancangan peraturan daerah dan kegiatan reses mengalami penundaan.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Transparansi (FORMAT) Bitung, Andarias Kalengkongan, menilai bahwa penyidikan ini adalah momentum untuk mereformasi budaya perjalanan dinas yang selama ini menjadi celah penyimpangan anggaran.

“Kami mendukung langkah Kejaksaan. Ini menjadi pintu masuk untuk membenahi tata kelola keuangan, khususnya pada pos perjalanan dinas yang selama ini rawan disalahgunakan,” tegas Andarias.

Proses Hukum Berlanjut

Yadyn Palembangan memastikan bahwa penyidikan akan terus berlanjut hingga seluruh pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban. Kejari tidak menutup kemungkinan adanya penetapan tersangka dalam waktu dekat jika alat bukti yang dikumpulkan telah cukup.

“Segala proses kami jalankan secara transparan dan akuntabel. Kami juga terbuka terhadap pengawasan dari masyarakat dan media. Yang terpenting adalah komitmen kami bahwa kasus ini harus tuntas,” ujar Yadyn.

Menurutnya, proses penelusuran aliran dana dan pemetaan pihak yang terlibat masih dilakukan. Pihak kejaksaan juga menggandeng auditor independen untuk menghitung potensi kerugian negara yang ditimbulkan.

Peran Aktif Masyarakat dan Pengawasan Internal

Seiring dengan perkembangan kasus ini, masyarakat Kota Bitung terus mengikuti dinamika proses hukumnya. Berbagai elemen sipil turut mendesak agar Kejari mengusut hingga ke akar dan tidak hanya menyasar pelaku di lapangan.

Akademisi dari Universitas Negeri Manado, Dr. Harun Lontoh, menekankan pentingnya reformasi internal pada lembaga-lembaga publik yang selama ini lemah dalam pengawasan.

“Kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran bahwa pengawasan internal harus diperkuat. Tidak cukup hanya pada sistem audit tahunan, tetapi harus ada evaluasi rutin terhadap pengeluaran perjalanan dinas,” ujarnya.

Potret Korupsi Sistemik

Kasus dugaan SPPD fiktif di DPRD Bitung menjadi gambaran nyata betapa praktik korupsi dapat berlangsung secara sistemik dalam birokrasi dan lembaga politik. Ketiadaan pengawasan yang efektif, budaya permisif terhadap penyimpangan, serta minimnya sanksi membuat pelanggaran seperti ini terus berulang.

Laporan investigatif menyebutkan bahwa model SPPD fiktif bukan hal baru dalam praktik anggaran di sejumlah daerah. Banyak kasus serupa terjadi di kabupaten/kota lain, namun hanya sedikit yang berhasil dituntaskan hingga vonis pengadilan.

Komitmen Penegakan Hukum

Kejaksaan Negeri Bitung menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti hanya pada pencegahan. Proses hukum akan terus dijalankan hingga semua pihak yang bersalah diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Kami meminta masyarakat untuk bersabar dan mendukung proses ini. Tidak ada yang akan kami tutupi. Semua akan terang saat waktunya,” ujar Yadyn.

Pencegahan keberangkatan ke luar negeri terhadap 26 orang yang terlibat dalam kasus SPPD fiktif merupakan bagian dari strategi penegakan hukum yang terencana. Dengan adanya langkah ini, Kejari Bitung menunjukkan komitmennya dalam membongkar praktik-praktik penyimpangan anggaran yang merugikan keuangan negara.

Ke depan, publik menanti keberanian aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini secara tuntas dan transparan. Tidak hanya sebagai penegakan hukum, tetapi sebagai tonggak pembenahan sistem pemerintahan daerah yang lebih bersih dan akuntabel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *