MANADO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado menerima pengembalian uang pengganti dari terpidana kasus korupsi dana hibah penanggulangan banjir Kota Manado tahun 2014, Yenni Siti Rostiani, sebesar Rp2,5 miliar. Penyerahan uang pengganti dilakukan pada Rabu siang di Kantor Kejari Manado, sebagai bentuk pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya Kejaksaan dalam mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi. Uang sebesar Rp2,5 miliar tersebut merupakan bagian dari total uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terpidana sesuai amar putusan pengadilan.

Putusan Pengadilan dan Kewajiban Pengembalian
Yenni Siti Rostiani divonis bersalah atas keterlibatannya dalam penyimpangan dana hibah yang semestinya digunakan untuk penanggulangan banjir di Kota Manado pada tahun anggaran 2014. Berdasarkan amar putusan pengadilan, Yenni dijatuhi pidana penjara selama 9 tahun dan dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp6,3 miliar.
Proses hukum terhadap Yenni telah berlangsung cukup lama dan mendapat atensi publik mengingat besarnya nilai kerugian negara dalam perkara tersebut. Dalam prosesnya, Yenni telah beberapa kali menyerahkan sebagian dari kewajiban uang pengganti kepada negara. Dengan penyerahan dana sebesar Rp2,5 miliar pada Rabu ini, total uang yang telah dikembalikan telah mencapai Rp4,7 miliar.
Masih terdapat sisa uang pengganti sebesar Rp1,6 miliar yang harus diselesaikan oleh terpidana. Kejaksaan menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengupayakan agar seluruh kewajiban tersebut dilunasi, demi memastikan kerugian negara benar-benar dipulihkan.

Penegasan Kejari Manado
Kepala Kejaksaan Negeri Manado, Wagiyo Santoso, menyatakan bahwa penyerahan uang pengganti oleh terpidana merupakan langkah positif dalam proses pemulihan aset negara. Ia menekankan bahwa Kejari Manado tidak hanya fokus pada penindakan hukum, tetapi juga pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul akibat kejahatan korupsi.
“Uang pengganti ini akan langsung kami setorkan ke kas negara sebagai bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ujar Wagiyo di hadapan awak media.
Ia menambahkan bahwa dana tersebut nantinya akan digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan program prioritas lainnya yang menyentuh kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian, pemulihan kerugian negara tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga memberi manfaat langsung kepada publik.

Kronologi Kasus dan Modus Korupsi
Kasus ini bermula dari penyaluran dana hibah senilai puluhan miliar rupiah yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Kota Manado pada tahun 2014, dengan tujuan utama untuk menanggulangi bencana banjir yang saat itu kerap melanda sejumlah wilayah di ibu kota Provinsi Sulawesi Utara.
Dalam pelaksanaannya, sebagian dana tersebut tidak digunakan sesuai peruntukan. Hasil penyidikan Kejaksaan menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dan manipulasi laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah. Yenni Siti Rostiani yang saat itu terlibat dalam kegiatan pengelolaan dana hibah, turut bertanggung jawab dalam proses pencairan dan penggunaan anggaran yang melanggar aturan.
Modus yang digunakan meliputi pemalsuan dokumen pertanggungjawaban, pencairan dana fiktif, serta kerja sama dengan pihak lain untuk merekayasa kegiatan proyek yang tidak pernah dilaksanakan. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan keterangan para saksi memperkuat alat bukti yang disampaikan penyidik Kejari Manado dalam persidangan.

Langkah Tegas Kejaksaan dan Efek Jera
Kejaksaan Negeri Manado menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Selain menghukum pelaku, Kejari juga fokus mengembalikan aset negara sebagai bagian integral dari keadilan restoratif.
“Kami tidak hanya melihat sisi pemidanaan, tetapi bagaimana uang negara yang hilang akibat korupsi bisa dikembalikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat,” kata Wagiyo.
Ia menyatakan bahwa Kejaksaan akan terus mengawal proses pengembalian sisa uang pengganti yang masih menjadi tanggung jawab Yenni. Jika terpidana tidak dapat membayar sisa uang pengganti, maka aset yang dimiliki bisa disita dan dilelang sesuai mekanisme hukum.

Peran Masyarakat dan Transparansi Proses
Wagiyo juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi penggunaan dana publik dan tidak segan melaporkan jika menemukan indikasi penyimpangan. Dalam setiap langkah hukum yang diambil, Kejaksaan Negeri Manado berkomitmen menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dengan semakin kuatnya partisipasi publik, diharapkan budaya antikorupsi bisa tumbuh dan menjadi bagian dari kesadaran kolektif. Wagiyo menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan dan pengawasan masyarakat, baik melalui kanal resmi maupun melalui kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil.

Pemanfaatan Uang yang Dikembalikan
Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, uang pengganti hasil tindak pidana korupsi yang berhasil dipulihkan akan dimasukkan ke kas negara sebagai PNBP. Pemerintah pusat nantinya akan menggunakan dana tersebut untuk membiayai berbagai program strategis, termasuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya.
Penggunaan dana ini diharapkan memberi dampak langsung kepada masyarakat dan menjadi simbol nyata dari pemulihan kerugian negara yang berpihak pada kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, pengembalian uang hasil korupsi bukan sekadar formalitas hukum, tetapi juga bagian dari pembangunan nasional.

Sinergi Antar Lembaga dan Tindak Lanjut Kasus
Penanganan kasus ini menunjukkan sinergi antara Kejaksaan, BPK, dan aparat penegak hukum lainnya. Proses hukum yang berjalan sesuai prosedur, termasuk pelacakan aliran dana dan pemulihan aset, merupakan bentuk kolaborasi lintas lembaga yang patut diapresiasi.
Kejaksaan Negeri Manado memastikan bahwa langkah penegakan hukum terhadap kasus korupsi dana hibah banjir tidak berhenti pada satu pelaku. Upaya terus dilakukan untuk mengungkap aktor lain yang turut menikmati hasil kejahatan tersebut.
“Siapa pun yang terbukti terlibat, pasti akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Wagiyo.
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa proses hukum yang dijalankan tidak bersifat tebang pilih. Kejaksaan menjamin keadilan hukum dan perlakuan yang sama terhadap siapa pun, tanpa memandang jabatan atau latar belakang sosial.

Dukungan Publik dan Perubahan Sikap
Kasus ini menjadi momentum bagi publik untuk mendorong transparansi dan tata kelola keuangan yang baik di tingkat daerah. Banyak pihak berharap agar kejadian serupa tidak terulang, khususnya dalam pengelolaan dana bantuan dan hibah yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana atau kebutuhan mendesak masyarakat.
Pakar hukum pidana dari Universitas Sam Ratulangi, Dr. Cornelis Tumewu, menyatakan bahwa penanganan kasus seperti ini menjadi cermin keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi. Ia menekankan pentingnya edukasi hukum dan pengawasan berjenjang dalam proses penyaluran dana pemerintah.
“Korupsi di sektor bantuan kemanusiaan adalah bentuk kejahatan yang sangat tidak berperikemanusiaan, karena menyasar pada hak dasar masyarakat terdampak bencana,” kata Cornelis.
Menurutnya, publik harus terus didorong untuk aktif mengawal anggaran publik, termasuk dana hibah dan bantuan sosial.
Pengembalian uang sebesar Rp2,5 miliar oleh terpidana Yenni Siti Rostiani kepada Kejaksaan Negeri Manado merupakan langkah penting dalam pemulihan kerugian negara. Meskipun belum seluruh kewajiban dilunasi, Kejari Manado memastikan proses hukum akan terus berjalan hingga tuntas.
Komitmen Kejaksaan dalam mengawal pemulihan aset negara menjadi sinyal kuat bahwa korupsi tidak akan dibiarkan menggerogoti keuangan publik. Uang negara harus kembali ke rakyat, dan keadilan harus ditegakkan demi mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.