MANADO – Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus Komaling, menyatakan dukungan penuhnya terhadap kebijakan terbaru dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memperbolehkan pemerintah daerah menggelar acara atau kegiatan di hotel. Kebijakan ini disambut dengan optimisme karena dianggap mampu mendorong pemulihan sektor perhotelan dan ekonomi daerah yang sempat terpukul akibat pembatasan anggaran dan pandemi COVID-19.

Kebijakan yang dikeluarkan Kemendagri itu menghapus larangan bagi pemerintah kabupaten dan kota menggunakan anggaran negara untuk menyelenggarakan kegiatan seperti rapat, pelatihan, hingga seminar di hotel. Sebelumnya, larangan tersebut diberlakukan sebagai bagian dari upaya efisiensi belanja pemerintah.

Gubernur Yulius menyebut langkah ini sebagai angin segar bagi sektor usaha perhotelan yang selama ini menjadi salah satu penopang penting dalam struktur perekonomian Sulawesi Utara, khususnya di Kota Manado dan sekitarnya.

Efek Domino Kebijakan Terbaru

Dalam pernyataan resminya, Gubernur Yulius menilai bahwa dengan kembali diperbolehkannya kegiatan pemerintahan digelar di hotel, akan tercipta efek domino terhadap berbagai sektor lain seperti jasa katering, UMKM pendukung kegiatan, penyedia alat dokumentasi, transportasi, hingga sektor ketenagakerjaan.

“Dengan adanya kebijakan terbaru dari Mendagri ini, diharapkan bisa kembali menggairahkan usaha perhotelan di Kota Manado. Dampaknya akan langsung terasa pada peningkatan okupansi hotel, dan pada akhirnya menggerakkan roda ekonomi secara lebih luas,” kata Yulius Komaling saat ditemui wartawan usai menghadiri forum koordinasi di kantor gubernur.

Strategi Pemanfaatan Hotel Lokal yang Terancam Bangkrut

Yulius menekankan pentingnya pemda selektif dalam memilih hotel sebagai lokasi kegiatan. Ia mengimbau agar kegiatan lebih difokuskan pada hotel-hotel lokal yang saat ini berada dalam kondisi kritis secara finansial, terutama yang nyaris kolaps akibat sepinya okupansi pasca pandemi.

Menurut Yulius, kebijakan ini akan lebih bermanfaat jika pelaksanaannya mampu disinergikan dengan pemetaan kondisi riil perhotelan di tiap kabupaten/kota. Pemerintah daerah, katanya, bisa bekerja sama dengan asosiasi perhotelan untuk mengetahui hotel mana saja yang paling membutuhkan bantuan melalui kebijakan tersebut.

“Saya meminta pemda tidak asal pilih. Fokuskan kegiatan di hotel-hotel kecil atau menengah yang berada di ambang kebangkrutan. Ini langkah konkrit untuk mendukung mereka yang paling terdampak,” tegas Yulius.

Dukungan dari PHRI dan Pelaku Usaha

Kebijakan ini juga mendapat sambutan hangat dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Utara. Ketua PHRI Sulut, Antonius Mandey, menyatakan bahwa pelaku usaha sudah sangat menantikan perubahan arah kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan kegiatan pemerintahan di hotel.

Menurut Mandey, sejak larangan tersebut diberlakukan beberapa tahun lalu, banyak hotel skala menengah ke bawah mengalami kesulitan luar biasa. Tidak sedikit yang terpaksa menutup operasional, merumahkan karyawan, hingga menjual aset demi menutupi biaya operasional.

“Kebijakan ini memberi harapan. Kami di PHRI menyambut baik dan siap bersinergi dengan pemda untuk menyediakan layanan terbaik, dengan tetap mengedepankan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran,” ujar Mandey.

Kontribusi Sektor Perhotelan terhadap Perekonomian Daerah

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara, kontribusi sektor akomodasi dan makan minum terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah mencapai lebih dari 10 persen pada 2022. Meski angka ini sempat merosot drastis pada awal pandemi, namun tren pemulihan mulai terlihat sejak pertengahan 2023 seiring meningkatnya kegiatan pariwisata dan event-event nasional di Manado.

Gubernur Yulius menyebut, langkah Kemendagri ini bisa menjadi pendorong percepatan pemulihan sektor tersebut. Selain mendukung geliat ekonomi lokal, kebijakan ini juga membuka peluang kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha untuk menciptakan standar layanan yang lebih baik dan efisien.

Tata Kelola dan Pengawasan Anggaran

Meski kebijakan ini memberi kelonggaran, Gubernur Yulius tetap mengingatkan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam penggunaannya. Ia menegaskan bahwa kegiatan di hotel tidak boleh menjadi ajang pemborosan atau penyimpangan anggaran.

Seluruh kegiatan, menurutnya, harus tetap melalui proses perencanaan yang matang, serta pengadaan yang transparan dan sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara.

“Kegiatan boleh dilaksanakan di hotel, tapi harus tetap memperhatikan asas efisiensi dan efektivitas. Jangan sampai kesempatan ini justru disalahgunakan,” tambah Yulius.

Ia juga menyarankan agar seluruh laporan kegiatan dilengkapi dengan dokumentasi menyeluruh, termasuk penilaian dari peserta dan penyedia jasa, untuk menjamin kualitas dan transparansi penggunaan anggaran.

Manfaat Jangka Panjang bagi Daerah

Kebijakan ini juga membuka peluang peningkatan kapasitas sumber daya manusia di daerah. Hotel sebagai tempat kegiatan pelatihan dan rapat dinilai lebih mendukung terciptanya suasana yang kondusif untuk peningkatan kompetensi aparatur sipil negara.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Provinsi Sulut, Mieke Pangkey, menyebut bahwa hotel sering kali menyediakan fasilitas yang lebih memadai untuk pembelajaran, mulai dari ruang pelatihan yang tertata baik, sistem multimedia modern, hingga suasana yang nyaman.

“Kegiatan di hotel dapat memaksimalkan fokus peserta. Hal ini penting untuk kegiatan seperti diklat atau workshop yang membutuhkan konsentrasi tinggi,” ujar Mieke.

Ia menyebut bahwa ke depan pihaknya akan menyusun SOP internal terkait kegiatan pelatihan berbasis hotel agar tetap efisien dan berkualitas.

Dorongan agar Pemkab dan Pemkot Segera Tindak Lanjut

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara juga mendorong seluruh kabupaten dan kota untuk segera menindaklanjuti kebijakan ini. Gubernur Yulius meminta bupati dan wali kota segera menyusun rencana kegiatan yang memungkinkan keterlibatan pelaku usaha hotel lokal.

Pemprov akan memberikan pedoman teknis sebagai panduan pelaksanaan kegiatan di hotel agar tidak terjadi tumpang tindih aturan atau multitafsir di lapangan.

Potensi Kolaborasi dengan Lembaga Pendidikan dan Komunitas

Selain mendukung sektor usaha, kegiatan di hotel juga dapat dijadikan wadah kolaboratif yang melibatkan kampus, komunitas, hingga pelaku UMKM lokal. Pemerintah bisa merancang kegiatan yang sekaligus menjadi ruang dialog atau pameran produk lokal.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sulut, Venny Kumayas, menyarankan agar kegiatan pemerintah dapat mengalokasikan ruang kecil bagi pelaku UMKM untuk memamerkan produk unggulan mereka di lobi hotel atau area pameran.

“Dengan begitu, kegiatan pemerintah tidak hanya bermanfaat bagi penyedia jasa hotel, tapi juga membuka akses pasar yang lebih luas bagi UMKM lokal,” terang Venny.

Ia menambahkan bahwa kolaborasi lintas sektor seperti ini sejalan dengan visi pembangunan ekonomi inklusif yang menjadi arah kebijakan Pemprov Sulut.

Evaluasi Berkala dan Dampak Sosial Ekonomi

Pemerintah daerah juga direncanakan akan membuat sistem evaluasi berkala terhadap dampak sosial ekonomi dari kebijakan ini. Evaluasi akan melibatkan data statistik, opini publik, serta laporan kinerja pelaku usaha hotel.

Kepala Biro Ekonomi Pemprov Sulut, Lucky Mawuntu, menyampaikan bahwa dalam waktu enam bulan ke depan akan dilakukan survei evaluasi terhadap peningkatan okupansi hotel serta perubahan pendapatan pengusaha hotel skala kecil dan menengah.

“Hasil evaluasi ini akan digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan di tahap berikut. Jika ditemukan ketidaksesuaian, akan dilakukan perbaikan kebijakan secara adaptif,” jelas Lucky.

Kebijakan Kemendagri yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk menggelar kegiatan di hotel dipandang sebagai langkah strategis untuk pemulihan ekonomi daerah. Gubernur Yulius Selvanus Komaling menyambut baik kebijakan ini dan menegaskan pentingnya pelaksanaan yang akuntabel dan tepat sasaran.

Dengan kolaborasi lintas sektor serta pelaksanaan yang selektif dan bertanggung jawab, kebijakan ini diyakini tidak hanya akan menghidupkan kembali sektor perhotelan, tetapi juga menciptakan efek berantai positif bagi perekonomian Sulawesi Utara secara keseluruhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *