Manado – Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79, Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) menggelar sebuah tradisi sakral yang sarat makna: pencucian Pataka “Maesa’an Waya”. Tradisi ini tidak sekadar menjadi kegiatan seremonial rutin tahunan, melainkan simbolisasi mendalam atas penyucian tekad, dedikasi, dan komitmen seluruh anggota Kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di bumi Nyiur Melambai.

Rangkaian prosesi pencucian Pataka berlangsung khidmat di Ruang Catur Prasetya Polda Sulut pada awal pekan ini. Di tengah suasana hening dan penuh penghormatan, Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie memimpin langsung jalannya upacara sakral tersebut, didampingi Wakapolda, para pejabat utama, serta perwakilan anggota dari berbagai satuan kerja.

Simbol Kesatuan dan Semangat Bhayangkara

Pataka “Maesa’an Waya” yang secara harfiah bermakna “bersatu dan kuat” merupakan lambang kehormatan institusi Polda Sulut. Pataka ini bukan hanya bendera kebesaran, tetapi juga manifestasi dari nilai-nilai luhur yang menjadi pegangan setiap insan Bhayangkara di wilayah Sulawesi Utara. Prosesi pencucian pataka dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai tersebut, sekaligus momen reflektif menjelang puncak peringatan HUT Bhayangkara pada 1 Juli mendatang.

Sebanyak sembilan personel dari Satuan Brimob Polda Sulut mendapat kehormatan untuk membawa masuk Pataka “Maesa’an Waya” ke dalam ruangan Catur Prasetya. Dengan penuh disiplin dan tata gerak yang teratur, mereka mengawal masuk Pataka tersebut hingga tiba di hadapan Kapolda dan jajaran pimpinan. Selanjutnya, prosesi pembukaan pataka dilakukan oleh Kepala Yanma (Kayanma) Polda Sulut, menandai dimulainya prosesi pencucian.

Dalam pelaksanaan pencucian, Pataka disikat dengan perlahan menggunakan kain halus, kemudian diperciki dengan wewangian khas yang telah disiapkan sebelumnya. Setiap tahapan dilaksanakan dengan ketelitian dan penghormatan tinggi, menegaskan bahwa prosesi ini bukan sekadar rutinitas tanpa makna, tetapi cerminan nilai-nilai spiritual dan profesionalisme Bhayangkara sejati.

Makna Mendalam di Balik Pencucian

Kapolda Sulut, Irjen Pol Roycke Langie, dalam sambutannya menegaskan bahwa pencucian Pataka merupakan bagian dari upaya penyucian diri, baik secara simbolik maupun moral. Dalam pandangan beliau, Pataka adalah simbol komitmen dan dedikasi institusi Polri terhadap masyarakat.

“Tradisi ini bukan hanya kegiatan seremonial, tetapi merupakan simbol penyucian tekad, dedikasi, dan komitmen anggota Polri untuk menjaga Kamtibmas secara optimal,” ujar Irjen Roycke dengan nada penuh keyakinan.

Ia juga menyebut bahwa “Maesa’an Waya” merepresentasikan semangat persatuan dan kebersamaan di antara sesama anggota Polri, sekaligus antara Polri dan masyarakat Sulawesi Utara. Di tengah tantangan sosial yang dinamis, termasuk perkembangan teknologi informasi dan kompleksitas kejahatan, Kapolda mengingatkan pentingnya soliditas internal serta ketulusan pelayanan kepada publik.

“Semangat kebersamaan ini harus terus dipelihara. Pataka ini adalah pengingat bahwa kekuatan kita terletak pada persatuan, loyalitas, dan kerja sama yang tulus,” tegas Kapolda.

Rangkaian Simbolik yang Penuh Arti

Usai pencucian selesai, Pataka dikeringkan, dibungkus kembali oleh Kayanma, dan diserahkan kepada sembilan personel Brimob untuk diantar kembali ke tempat penyimpanannya. Dalam perjalanan keluar, langkah-langkah kaki para pengawal pataka terdengar teratur, menyiratkan keteguhan hati dan keseriusan mereka dalam menjalankan amanat tersebut.

Tradisi ini menjadi salah satu dari berbagai kegiatan menyambut HUT Bhayangkara yang akan diwarnai oleh sejumlah agenda sosial, pelayanan publik, hingga kegiatan olahraga dan budaya yang melibatkan masyarakat secara luas. Namun, tradisi pencucian Pataka tetap menjadi titik awal yang memperkuat spiritualitas dan moralitas seluruh jajaran Polri di Sulut sebelum memasuki dinamika perayaan yang lebih meriah.

Upaya Membangun Kepolisian yang Modern dan Humanis

Dalam beberapa tahun terakhir, transformasi Polri ke arah institusi yang modern dan humanis terus digalakkan. Salah satu bentuk aktualisasi dari transformasi tersebut adalah dengan menumbuhkan kesadaran kolektif di kalangan personel tentang pentingnya integritas dan pelayanan publik yang profesional.

Tradisi pencucian Pataka dapat dipahami sebagai bagian dari mekanisme pembinaan mental dan spiritual anggota. Dengan melibatkan semua unsur pimpinan dan perwakilan satuan, kegiatan ini menjadi ruang kontemplatif untuk menilai kembali kinerja dan komitmen terhadap prinsip-prinsip Tri Brata dan Catur Prasetya.

Menurut Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast, kegiatan ini memberikan dampak positif terhadap penguatan moral personel.

“Ini bukan sekadar tradisi yang dilakukan setiap tahun. Ini adalah bagian dari pembentukan karakter, nilai-nilai luhur, dan juga pengingat bagi setiap anggota tentang tanggung jawab besar yang mereka emban,” terang Abast dalam keterangannya kepada wartawan usai acara.

Keterlibatan Komunitas dan Penyemangat Institusi

Kegiatan pencucian Pataka juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan antara institusi Polri dan komunitas lokal. Meski bersifat internal, makna di balik tradisi ini telah menyebar ke tengah masyarakat, terutama lewat publikasi dan peliputan oleh media.

Beberapa tokoh masyarakat bahkan turut mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini. Ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Sulut, Pdt. Rolly Wenas, menyebut bahwa simbolisasi seperti pencucian Pataka penting sebagai bentuk penguatan identitas moral dan etika lembaga publik.

“Kami melihat ini sebagai wujud keseriusan Polri dalam membangun landasan spiritual dan etika bagi setiap anggotanya. Ini adalah hal baik yang bisa menjadi inspirasi bagi lembaga lain,” kata Rolly dalam pernyataannya.

Menjadi Tradisi yang Diperkuat dalam Konteks Kebangsaan

Tradisi pencucian Pataka sesungguhnya telah dilaksanakan sejak lama, baik di tingkat Mabes Polri maupun di Polda-Polda di seluruh Indonesia. Namun, tiap daerah memiliki interpretasi simbolik yang khas sesuai dengan nilai-nilai lokal. Di Sulawesi Utara, semangat Maesa’an Waya menggambarkan kearifan lokal yang mengutamakan kekeluargaan, gotong-royong, dan kesetiaan terhadap tanah air.

Hal ini senada dengan misi Polri dalam mengedepankan pendekatan restoratif dan kultural dalam pelaksanaan tugas, terutama dalam masyarakat majemuk seperti Sulut. Tradisi pencucian Pataka di Polda Sulut tidak hanya menekankan simbolisme, tetapi juga menjadi narasi penting dalam membentuk citra Polri yang dekat dan menyatu dengan masyarakat.

Mengokohkan Posisi Polri sebagai Penjaga Stabilitas

Memasuki usia ke-79, institusi Polri terus menghadapi tantangan yang tidak mudah. Mulai dari penanganan kriminalitas konvensional, ancaman kejahatan siber, hingga dinamika sosial-politik menjelang pemilu serentak 2024 yang baru lalu, semua itu memerlukan kesiapan intelektual, emosional, dan spiritual anggota Polri.

Dalam konteks inilah, simbolisasi pencucian Pataka menemukan relevansinya. Ia bukan sekadar mencuci kain atau membersihkan atribut, tetapi menyentuh kesadaran kolektif bahwa Polri adalah garda terdepan penjaga stabilitas bangsa. Pembersihan Pataka menjadi penyucian niat, pembersihan dari hal-hal negatif, dan peneguhan kembali nilai-nilai luhur yang selama ini menjadi fondasi kerja Bhayangkara.

Meneruskan Api Semangat Bhayangkara

Prosesi pencucian Pataka “Maesa’an Waya” yang digelar Polda Sulut menyimpan makna jauh lebih besar dari yang tampak di permukaan. Ia bukan hanya tentang kain yang disikat dan diberi wewangian, melainkan tentang penyegaran semangat dan penegasan komitmen. Menjelang peringatan HUT Bhayangkara ke-79, Polda Sulut telah menunjukkan bahwa semangat pengabdian dan loyalitas kepada bangsa tidak pernah luntur.

Dengan memelihara tradisi yang sarat nilai seperti ini, Polri tidak hanya merawat jati dirinya sebagai institusi keamanan, tetapi juga sebagai bagian dari kultur sosial masyarakat Indonesia. Seiring waktu, makna dan nilai dari pencucian Pataka diharapkan terus diwariskan ke generasi Bhayangkara selanjutnya—agar semangat Maesa’an Waya tetap hidup dan berkobar di setiap langkah mereka menjaga negeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *