Manado – SMK Negeri Pariwisata Manado kembali menghadapi kenyataan pahit menjelang tahun ajaran baru 2025/2026. Sejak pendaftaran Siswa Baru (SPMB) dibuka pada 2 hingga 20 Juni 2025, sekolah yang memiliki empat jurusan keahlian ini hanya menerima enam calon pendaftar. Angka tersebut jauh dari kuota ideal yang ditetapkan, yakni 128 siswa untuk empat rombongan belajar.

Situasi ini membuat pihak sekolah mengambil langkah tidak biasa: memperpanjang masa pendaftaran secara terbuka meski secara resmi telah ditutup. Kepala SMK Negeri Pariwisata Manado, Sem Kadimateng, mengakui bahwa kondisi ini merupakan tantangan serius yang belum pernah mereka hadapi sejak sekolah berdiri pada tahun 2021.

“Kami sudah lakukan berbagai bentuk sosialisasi ke SMP-SMP sekitar. Kami datang langsung ke sekolah-sekolah, bertemu dengan kepala sekolah dan siswa kelas IX, menjelaskan potensi dan keunggulan SMK Pariwisata, tapi sampai saat ini belum membuahkan hasil signifikan,” ujar Kadimateng saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (24/6).

Kuota Terpenuhi Hanya 4,6 Persen

Dengan hanya enam pendaftar dari total 128 kursi yang tersedia, berarti tingkat keterisian rombongan belajar baru mencapai 4,6 persen. Dari keempat jurusan yang tersedia, yaitu Kuliner, Perhotelan, Usaha Layanan Pariwisata, dan Desain Komunikasi Visual (DKV), belum ada kejelasan jurusan mana yang diminati oleh para pendaftar tersebut.

Menurut Kadimateng, semua jurusan sebenarnya memiliki potensi besar di dunia kerja. Bahkan, beberapa kali alumni angkatan awal telah diterima magang hingga kerja di hotel-hotel ternama di Manado dan sekitarnya. Namun, potensi tersebut tampaknya belum cukup untuk menarik minat masyarakat.

“Peluang kerja di sektor pariwisata itu sangat besar. Tapi masyarakat masih ragu untuk menyekolahkan anaknya ke SMK, terutama karena SMK kami masih tergolong baru dan fasilitasnya belum selengkap SMK lain,” jelasnya.

Minimnya Sarana Jadi Kendala

Sejak didirikan pada 2021, SMKN Pariwisata Manado beroperasi di gedung sementara yang masih belum memiliki laboratorium lengkap untuk praktik perhotelan dan tata boga. Menurut Kadimateng, kondisi ini sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat, terlebih sekolah kejuruan sangat bergantung pada fasilitas praktik.

“Fasilitas kami masih terbatas. Ruang praktik tata boga masih seadanya, alat-alat perhotelan juga belum lengkap. Ini juga menjadi pertimbangan orang tua dalam memilih sekolah untuk anak-anak mereka,” imbuh Kadimateng.

Sementara pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Utara disebut telah mengetahui situasi tersebut, namun realisasi pengadaan sarana dan prasarana masih berjalan lambat. Bantuan yang diharapkan datang di tahun 2024 belum sepenuhnya terealisasi.

Sosialisasi Intensif, Hasil Tak Signifikan

Langkah sekolah untuk menjangkau calon siswa tidak hanya sebatas mengunjungi SMP di sekitar Manado. Mereka juga aktif melakukan kampanye melalui media sosial, memanfaatkan platform seperti Instagram dan TikTok, serta menyebarkan brosur secara manual.

Namun, di tengah gempuran promosi dari sekolah-sekolah lain, baik negeri maupun swasta, posisi SMK Pariwisata tetap belum kuat. Beberapa orang tua yang sempat dihubungi pihak sekolah bahkan menyatakan bahwa mereka lebih memilih menyekolahkan anaknya di SMA.

“Kalau masuk SMA, anak-anak bisa lanjut kuliah. Kalau masuk SMK, katanya nanti langsung kerja. Tapi banyak juga yang bilang kerja pun susah sekarang, jadi mereka pikir lebih baik sekolah umum dulu,” kata Kadimateng menirukan sebagian besar alasan orang tua.

Turunnya Minat Terhadap SMK

Fenomena penurunan minat terhadap sekolah kejuruan bukan hanya terjadi di SMK Negeri Pariwisata Manado. Beberapa SMK lain di Kota Manado juga mengalami situasi serupa, meski tidak separah yang dialami sekolah yang berlokasi di daerah Malalayang ini.

“Ini sebenarnya sudah jadi tren beberapa tahun terakhir. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan bahwa lulusan SMK bisa langsung kerja atau memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri,” ujar seorang pengamat pendidikan di Manado, Dr. Novie Tulungen, yang juga dosen pendidikan vokasi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sulawesi Utara.

Menurut Tulungen, pergeseran ini tidak lepas dari kurangnya integrasi antara sekolah kejuruan dengan dunia industri. Banyak sekolah yang tidak memiliki mitra industri yang kuat, sehingga siswa hanya mendapat teori dan praktik seadanya tanpa jaminan penempatan kerja atau magang berkualitas.

Pemerintah Diminta Turun Tangan

Minimnya pendaftar di SMKN Pariwisata Manado seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Utara. Sekolah ini merupakan salah satu proyek strategis yang digagas untuk mendukung sektor pariwisata, terutama karena Sulawesi Utara dikenal sebagai destinasi unggulan nasional.

“Sekolah ini dibangun dengan harapan mencetak tenaga kerja pariwisata lokal yang kompeten. Tapi kalau seperti ini terus, bisa-bisa sekolah ini tidak bisa berjalan sesuai tujuan awal,” kata Kadimateng.

Ia berharap adanya dukungan nyata dari pemerintah, baik dalam bentuk promosi bersama, pengadaan sarana-prasarana yang mendesak, maupun pemberian beasiswa atau insentif bagi siswa yang memilih jalur kejuruan.

Tantangan Baru, Strategi Baru

Menghadapi kenyataan bahwa sekolahnya berada di titik krusial, Kadimateng menyatakan tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, sekolah akan menggandeng alumni dan dunia usaha untuk membuat kampanye testimoni guna membangkitkan kepercayaan masyarakat.

“Kami akan buat video profil alumni yang sudah bekerja di hotel-hotel ternama. Kami akan perlihatkan bagaimana mereka bisa sukses meski hanya lulusan SMK. Ini penting untuk membangun persepsi baru di masyarakat,” ucapnya.

Selain itu, pihak sekolah juga tengah menjajaki kemungkinan membuka program pelatihan singkat untuk siswa SMP sebagai bagian dari pengenalan dunia kejuruan. Program ini diharapkan bisa memantik rasa ingin tahu siswa dan mengarahkan mereka untuk memilih SMK sebagai opsi utama.

Harapan Tetap Terjaga

Meski berada dalam situasi sulit, semangat para pendidik di SMK Negeri Pariwisata Manado tetap terjaga. Kadimateng dan seluruh guru masih optimis bahwa dengan kerja keras dan pendekatan yang tepat, kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan.

“Sekolah ini masih sangat muda. Kami tidak bisa langsung berharap menjadi pilihan utama. Tapi kami punya semangat, dan kami percaya dengan kerja keras, perlahan tapi pasti masyarakat akan melihat manfaatnya,” tegas Kadimateng.

Pendaftaran masih dibuka hingga akhir Juni dan akan terus dipantau. Jika dalam sepekan ke depan belum ada peningkatan signifikan, sekolah akan mengkaji ulang strategi penerimaan siswa, termasuk kemungkinan menggelar pameran pendidikan mini atau kegiatan “Open House”.

Kisah SMK Negeri Pariwisata Manado yang hanya mencatat enam pendaftar dari kuota 128 adalah potret kecil dari persoalan besar pendidikan vokasi di Indonesia. Dalam konteks daerah yang menggantungkan masa depan pada pariwisata, ironi ini menuntut perhatian lebih dari semua pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan industri.

Tanpa dukungan konkret dan sinergi nyata, mimpi mencetak tenaga pariwisata andal lokal hanya akan tinggal di atas kertas. SMK Negeri Pariwisata Manado saat ini bukan hanya menanti pendaftar, tapi juga menanti harapan untuk bertumbuh bersama masa depan daerahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *