MINAHASA — Enam ribu warga dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Minahasa yang terdampak bencana luapan Danau Tondano dipastikan akan mendapatkan bantuan pembangunan rumah dari pemerintah. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus Komaling, dalam keterangan resminya baru-baru ini. Dalam pernyataannya, Gubernur menegaskan bahwa bencana yang terjadi bukan semata-mata banjir biasa, melainkan luapan air danau akibat curah hujan yang tinggi secara terus-menerus selama beberapa bulan terakhir.

Gubernur Yulius menjelaskan bahwa karakteristik Danau Tondano sangat unik dan memegang peranan penting dalam sistem lingkungan dan ketahanan air di Minahasa. Namun, tekanan dari intensitas hujan yang tidak biasa dalam jangka waktu panjang menyebabkan kapasitas tampung danau terlampaui. Akibatnya, air meluap ke permukiman warga yang berada di kawasan rawan genangan, termasuk di wilayah Kecamatan Tondano Barat, Tondano Selatan, Kakas, Eris, dan sekitarnya.

“Ini bukan banjir seperti yang kita bayangkan selama ini, tapi luapan danau yang terjadi karena curah hujan sangat tinggi selama bulan-bulan terakhir. Kita sedang menghadapi dinamika iklim yang berubah cepat dan sangat mempengaruhi ekosistem air,” ujar Yulius dalam wawancara di lokasi posko bantuan di Tondano.

Dukungan Pemerintah Pusat Melalui BNPB

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, telah meninjau langsung lokasi terdampak beberapa pekan lalu. Dalam kunjungan tersebut, BNPB memberikan dukungan signifikan berupa program bantuan pembangunan 6000 unit rumah bagi para korban yang tempat tinggalnya rusak parah atau sudah tidak layak huni. Bantuan ini mencakup rumah baru yang akan dibangun di lokasi relokasi yang aman, serta insentif perbaikan untuk rumah yang masih bisa dipugar.

Program ini merupakan bagian dari skema bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana berbasis kajian kerentanan wilayah. BNPB juga melibatkan Kementerian PUPR untuk mendesain rumah tahan bencana yang sesuai dengan kondisi geografis Minahasa. Tahap pertama, 2000 rumah akan dibangun mulai triwulan ketiga tahun ini, dan sisanya akan menyusul secara bertahap hingga akhir tahun depan.

“Fokus utama kita adalah memastikan masyarakat bisa tinggal kembali di tempat yang aman, sehat, dan layak. Pembangunan rumah dilakukan dengan memperhatikan aspek ketahanan terhadap bencana alam yang bisa saja berulang,” jelas Suharyanto di sela kunjungannya.

Pintu Air Kolonial Jadi Masalah Teknis Utama

Dalam keterangannya, Gubernur Yulius Selvanus juga menyoroti masalah krusial yang menjadi pemicu lamanya proses penanganan teknis di lapangan, yaitu keberadaan pintu air tua peninggalan zaman kolonial Belanda yang kini digunakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Pintu air tersebut memiliki mekanisme yang kompleks dan tak bisa serta-merta dibuka penuh karena menyangkut stabilitas sistem kelistrikan di wilayah Sulawesi Utara.

Menurut Gubernur, pintu air itu kini menjadi titik kritis karena pembukaan atau penutupannya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Jika dibuka terlalu lebar, bisa menyebabkan kerusakan infrastruktur dan bahkan mengganggu aliran listrik dari PLTA Tondano yang menyuplai sebagian besar wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo.

“Pintu air ini memang sudah sangat tua, dan saat ini dioperasikan oleh PLN. Kita harus koordinasi sangat ketat karena dampaknya bisa sangat luas. Ini bukan sekadar persoalan banjir, tapi menyangkut infrastruktur strategis nasional,” terang Yulius.

Relokasi dan Penataan Zonasi Kawasan Rawan

Salah satu langkah strategis pemerintah daerah adalah merelokasi warga dari kawasan yang memang diketahui sebagai daerah rawan luapan danau. Pemerintah Kabupaten Minahasa saat ini sedang dalam proses identifikasi lahan relokasi yang memadai dan tidak rentan terhadap bencana serupa. Penataan ulang kawasan hunian ini menjadi bagian dari pendekatan pengurangan risiko bencana jangka panjang.

Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Minahasa, Melky Mandagi, menjelaskan bahwa pemetaan zona merah sudah dilakukan bersama tim dari BNPB dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Lahan-lahan milik pemerintah daerah yang berada di dataran lebih tinggi diprioritaskan untuk pembangunan rumah baru bagi korban.

“Semua data warga terdampak sudah dikumpulkan. Kami pastikan proses relokasi ini akan dilakukan secara manusiawi, tidak tergesa-gesa, dan melibatkan partisipasi warga. Ini bukan sekadar membangun rumah baru, tapi menciptakan lingkungan yang lebih aman,” jelas Mandagi.

Pendekatan Teknokratik dan Partisipatif

Pemerintah provinsi dalam penanganan bencana kali ini menerapkan pendekatan yang lebih teknokratik namun tetap memperhatikan partisipasi aktif masyarakat. Setiap keputusan penting, termasuk relokasi, dilakukan melalui konsultasi publik dan dialog antara aparat pemerintah dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, serta perwakilan warga.

Sekretaris Daerah Provinsi Sulut, Praseno Hadi, menyatakan bahwa pengalaman masa lalu dalam penanganan bencana menunjukkan pentingnya melibatkan masyarakat sejak tahap awal. Oleh karena itu, forum-forum diskusi dan pertemuan komunitas digelar secara berkala untuk mendengarkan aspirasi warga dan menyosialisasikan kebijakan.

“Kita tidak ingin ada trauma atau ketidakpercayaan dari masyarakat. Semua harus dilibatkan. Pemerintah bukan hanya membangun fisik, tapi juga membangun kepercayaan dan harapan baru,” kata Praseno.

Perubahan Iklim sebagai Faktor Pemicu

Dalam analisis BMKG Sulawesi Utara, fenomena curah hujan ekstrem yang memicu luapan Danau Tondano disebabkan oleh pengaruh perubahan iklim global yang memperparah siklus hujan lokal. Kepala BMKG Manado, Renny Pungus, menjelaskan bahwa selama enam bulan terakhir, curah hujan di kawasan Minahasa tercatat berada di atas ambang normal, dengan intensitas yang sering kali melebihi 100 milimeter per hari.

Fenomena ini menunjukkan pola yang semakin mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian lintas sektor. Pemerintah daerah pun diminta untuk mulai mempersiapkan strategi adaptasi perubahan iklim, termasuk penataan ulang kawasan permukiman dan penambahan ruang resapan air.

“Perubahan iklim sudah nyata dan tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan adalah memperkuat sistem mitigasi dan adaptasi di semua sektor,” ujar Renny.

Harapan dan Keteguhan Masyarakat

Meskipun menghadapi tantangan berat, warga yang terdampak menunjukkan semangat pantang menyerah. Di posko pengungsian Desa Leilem, suasana gotong royong dan kebersamaan terasa kuat. Para relawan bahu-membahu menyiapkan logistik, mendirikan dapur umum, dan memberikan layanan psikososial bagi anak-anak dan lansia.

Salah satu warga yang rumahnya terendam hingga atap, Lince Rantung, mengaku terharu ketika mendengar kabar bahwa rumah baru akan dibangunkan untuk mereka. Baginya, rumah bukan sekadar tempat tinggal, tapi simbol harapan dan kelangsungan hidup keluarga.

“Waktu air naik sampai menutupi dapur, kami hanya sempat menyelamatkan baju dan dokumen. Tapi sekarang, ada harapan baru. Pemerintah datang dan bantu kami. Itu sangat berarti,” ujar Lince sambil menahan air mata.

Jalan Panjang Pemulihan

Proses pemulihan pasca bencana Danau Tondano diperkirakan akan memakan waktu panjang. Selain pembangunan rumah, berbagai infrastruktur penunjang seperti akses jalan, drainase, dan fasilitas umum lainnya juga akan direhabilitasi. Pemerintah Provinsi Sulut telah menyiapkan anggaran tanggap darurat senilai Rp 250 miliar, termasuk dana pendamping dari APBN melalui BNPB dan Kementerian PUPR.

Pemerintah pusat juga berencana membentuk tim khusus untuk mengevaluasi keberadaan pintu air lama dan merancang sistem baru yang lebih modern dan adaptif. Rencana ini mencakup integrasi antara sistem hidrologi dan sistem kelistrikan agar pengelolaan air dan energi dapat berjalan selaras dan tidak saling mengganggu.

Komitmen Berkelanjutan

Gubernur Yulius Selvanus menutup keterangannya dengan penegasan bahwa pemerintah tidak akan berhenti pada pemberian bantuan sementara. Komitmen utama adalah memastikan keselamatan, kenyamanan, dan keberlanjutan hidup warga Sulawesi Utara, khususnya di sekitar Danau Tondano.

“Kita bukan hanya ingin membangun rumah, tapi membangun masa depan. Ini adalah momentum untuk memperbaiki banyak hal, dari tata ruang, sistem hidrologi, hingga kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana. Kita akan bangkit bersama,” tutup Yulius dengan nada optimis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *