Manado, – Suasana halaman Markas Korem 131 Santiago di Kota Manado mendadak semarak pada Minggu siang menjelang sore. Puluhan kontestan bersama ratusan warga pecinta burung berkicau dari Sulawesi Utara dan Gorontalo berkumpul untuk menghadiri Festival Lomba Burung Berkicau. Seleksi kategori yang kompetitif dan suasana saling berbagi menunjukkan bahwa acara ini berhasil menjadi magnet utama bagi komunitas lokal.

Di bawah tenda besar yang didirikan di halaman Korem 131 Santiago, kicauan burung berbagai jenis menggema. Peserta menyusun sangkar rapi dalam barisan teratur. Tiap kontestan tampak penuh harap, berharap memperebutkan piala Danrem 131 Santiago sekaligus mengasah keahlian merawat dan melatih burung hias. Suasana kompetisi bersatu dengan kebersamaan, menciptakan suasana yang kaya akan aroma persaingan sekaligus keakraban.

Para peserta datang dari berbagai daerah. Kontestan lokal dari Manado terlihat mendominasi jumlah, sementara pecinta burung dari daerah tetangga seperti Gorontalo turut hadir dengan antusias. Beberapa kontestan menghabiskan waktu sejak pagi untuk menyiapkan sangkar, mencatat kondisi cuaca, serta memastikan burung berada dalam performa terbaiknya.

Ajang Silaturahmi dan Edukasi Bagi Komunitas

Festival ini dirancang sebagai jembatan untuk mempererat tali silaturahmi antara komunitas pecinta burung berkicau, sambil menjadi media edukasi dan hiburan bagi publik. Brigjen TNI Martin Turnip selaku Danrem 131 Santiago hadir langsung untuk membuka acara. Kehadirannya menegaskan dukungan institusi militer terhadap kegiatan positif yang menguatkan nilai kebersamaan dan pelestarian alam.

“Kami mendukung penuh pelaksanaan festival ini sebagai bagian dari upaya menjaga kekayaan budaya dan alam,” ungkap Brigjen TNI Martin Turnip. “Melalui dukungan ini, diharapkan komunitas pecinta burung dapat lebih berkembang, dan masyarakat umum mendapat kesempatan belajar lebih banyak tentang burung lokal,” tambahnya.

Tanpa kehadiran sosok seperti Brigjen Turnip, Festival ini akan terasa kurang bermakna. Kehadirannya bukan hanya memberi legitimasi, melainkan juga memberi aura semangat bagi peserta. Piala bergengsi yang disediakan menjadi bukti nyata apresiasi terhadap usaha pelestarian burung berkicau.

Ragam Kategori Lomba dan Tingkat Persaingan

Untuk memfasilitasi berbagai jenis burung dan karakter kontestan, panitia membagi lomba ke dalam sejumlah kategori. Kategori yang diperlombakan antara lain:

  • Love Bird Fighter: Birdfighter dituntut tampil dengan agresif dan stamina tinggi, sambil mempertahankan kualitas bunyi untuk menghibur penonton.
  • Love Bird Baksi Umum: Fokus pada keindahan suara dan stabilitas kicauan, dengan penilaian diperhatikan dari nada, durasi, dan keseragaman.
  • Kenari Bebas: Kenari dibebaskan menampilkan variasi suara dalam waktu lama, serta kebersihan dan kemurnian vokal.
  • Murai Batu: Burung murai diandalkan untuk variasi lagu dan kualitas nyanyian yang khas.
  • Cucak Ijo: Burung cucak ijo dinilai dari volume, variasi nada, serta konsistensi suara selama kontes.

Sistem penjurian menggunakan metode poin dari para juri berpengalaman. Tiap kategori diberikan bobot nilai berdasarkan kriteria seperti performa burung di sangkar, stamina selama lomba, dan volume suara. Koordinasi penilaian dilakukan secara terbuka agar tidak menimbulkan rasa curiga atau konflik.

Menurut Rizky, ketua penyelenggara Festival Lomba Burung Berkicau, jumlah peserta melebihi harapan. Beliau menyampaikan, “Tingkat animo sangat tinggi lantaran masyarakat ingin menikmati acara yang sekaligus mendidik dan memicu kecintaan terhadap burung lokal.” Pengalaman festival ini juga memberikan platform bagi pedagang pakan, alat perawatan, dan pengrajin sangkar untuk memperluas jaringan bisnis.

Suasana Lapangan: Lebih dari Sekadar Kontes

Kehadiran peserta semakin memeriahkan ekosistem festival. Pos jaga dari panitia tersebar rapi, memastikan segala kebutuhan teknis tertangani, termasuk kebersihan lapangan, kebutuhan listrik, serta sistem tata suara. Pendukung kontestan berinteraksi antusias, saling bertukar tips, dan menikmati tontonan musik alam: kicauan burung yang terdengar merdu dan ramai.

Berbagai stan pelengkap turut hadir. Toko burung menawarkan pakan berkualitas serta vitamin kesehatan. Beberapa sanggar komunitas menjual sangkar kayu berdesain artistik. Selain itu, stan makanan dan minuman menyediakan hidangan lokal untuk menjaga energi peserta dan penonton.

Menurut pantauan di lapangan, kehadiran anak-anak dan keluarga mendominasi kerumunan. Aneka celoteh kecil terdengar mengikuti suara burung yang gacor. Hal ini menunjukkan bahwa lomba tak hanya milik para komunitas, melainkan juga sebagai tontonan edukatif untuk generasi muda. Interaksi lintas generasi ini menjadi daya tarik utama festival.

Manfaat Berkelanjutan bagi Masyarakat

Penyelenggaraan festival mengandung manfaat jangka panjang bagi komunitas dan lingkungan lokal. Beberapa poin penting antara lain:

  1. Melestarikan Keanekaragaman Hayati
    Festival mengarahkan perhatian kepada pelestarian burung berkicau lokal, sekaligus memotivasi masyarakat menjaga habitat alami.
  2. Meningkatkan Kompetensi Breeding dan Perawatan
    Kontestan memperlihatkan cara merawat burung sehat, mulai pemberian pakan tepat hingga teknik pemasteran suara. Hal ini menjadi sarana edukasi praktis.
  3. Memperkuat Jaringan Sosial Ekonomi
    Penyelenggaraan membuka peluang bagi pelaku sektor informal, meningkatkan ekonomi daerah lewat aktivitas perdagangan yang mendukung keberlangsungan festival.
  4. Mendorong Pariwisata Lokal
    Pengunjung festival tertarik untuk mengenal potensi wisata di Manado dan sekitarnya, sehingga bisa menjadi gerbang kunjungan wisatawan dari luar daerah.
  5. Membangun Citra Positif TNI
    Dukungan institusi militer menunjukkan kepedulian terhadap budaya masyarakat dan pelestarian alam, memperkuat hubungan antara masyarakat sipil dan TNI.

Budi Saptori, salah satu peserta, menambahkan, “Festival ini memfasilitasi silaturahmi sekaligus memperkenalkan burung berkicau dengan standar penilaian yang jelas. Kami bisa belajar banyak dari para juri,” ujarnya dengan antusias.

Cerita di Balik Piala: Perjalanan Peserta

Beberapa kontestan membagikan perjalanan panjang menjelang festival. Ada yang menunggui burung sejak dini, melewati pemeriksaan kesehatan, hingga melatih burung tiap pagi untuk menjaga performa.

Salah satu peserta dari Tomohon, menyebutkan bahwa kondisi cuaca sangat mempengaruhi mood burung. Oleh karena itu, mereka menyiapkan humidifier portabel di sangkar agar burung merasa nyaman. Teknik ini terbukti efektif menjaga burung tetap gacor dan fit saat lomba berlangsung.

Peserta yang datang dari Gorontalo melaporkan, persiapan mereka dilakukan sepekan sebelumnya. Mereka membawa seluruh perlengkapan, mulai dari sangkar utama, cadangan sangkar, hingga aneka pakan dan vitamin untuk menjaga stamina burung. Kontes ini dianggap sebagai ajang pembuktian bahwa komunitas pecinta burung dari provinsi tetangga juga kompetitif.

Penilaian Profesional dan Transparan

Panitia menghadirkan juri profesional yang telah mengikuti sertifikasi nasional. Proses penilaian dilakukan secara mendetail. Setiap juri merekapkan hasil penilaian secara transparan, berdasarkan kategori yang dilombakan.

Rizky menekankan, “Penilaian dilakukan seobjektif mungkin. Burung dinilai dari kicauan serta perilaku selama digantang.” Standar penilaian yang jelas membantu mengurangi potensi konflik dan membentuk kepercayaan peserta terhadap sistem kompetisi.

Hasil akhir diumumkan dengan penuh meriah. Kontestan yang meraih juara utama di each kategori mendapat piala bergengsi, sertifikat penghargaan, serta hadiah tambahan. Piala Danrem 131 Santiago menjadi penghargaan tertinggi dan penanda prestise komunitas.

Reaksi Para Penonton dan Respon Publik

Para pengunjung bukan hanya sekadar hadir, melainkan menjadikan festival ini sebagai ajang berbagi cerita dan bertukar pengalaman. Mereka terlihat menikmati musik alam langsung dari burung-burung berkicau.

Kemarahan atau ketegangan tak tampak. Sebaliknya, festival berjalan damai. Interaksi antara berbagai komunitas terasa harmonis. Tradisi turun-temurun yang dibawa komunitas lokal terbawa dalam percakapan ringan, memunculkan rasa saling menghormati.

Seorang ibu muda yang menghadiri festival bersama anak kecil menyatakan, “Acara ini memberikan hiburan sekaligus edukasi. Anak saya jadi kenal aneka jenis burung, suara mereka, dan cara merawatnya.” Pernyataan ini menjadi bukti bahwa festival berhasil menyasar berbagai lapisan masyarakat.

Rencana Pengembangan Ke Depan

Penyelenggara festival menyampaikan bahwa gelaran ini akan dijadikan agenda tahunan. Rencana pengembangan meliputi:

  • Penambahan kategori lomba baru seperti Celepuk dan Jalak putih.
  • Pembentukan pojok edukasi konservasi untuk pengunjung anak-anak.
  • Penyelenggaraan seminar kecil oleh ahli burung.
  • Kolaborasi dengan sekolah dan kampus untuk riset dan dokumentasi.

Rizky menambahkan, “Kolaborasi dengan akademisi dan lembaga konservasi akan menjadi bagian penting dari pengembangan festival. Kami ingin ini jadi festival burung terbaik di Kawasan Timur Indonesia.”

Konklusi: Wadah Kreativitas dan Pelestarian Alam

Festival Lomba Burung Berkicau di halaman Korem 131 Santiago tidak hanya ajang kontes suara burung. Lebih dari itu, festival ini berhasil menjadi platform edukasi, wadah silaturahmi, sumber inspirasi pelestarian alam, dan media promosi ekonomi lokal. Dukungan dari berbagai pihak—perorangan, komunitas, institusi militer, hingga pedagang lokal—menggambarkan sinergi dalam membangun peristiwa positif bermakna.

Kehadiran puluhan kontestan dari Sulawesi Utara dan Gorontalo memperlihatkan bahwa tradisi merawat dan mendengarkan kicauan burung masih sangat hidup. Diharapkan festival ini terus berkembang, menghasilkan dampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan kebudayaan lokal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *