Manado – Ratusan peserta dari berbagai penjuru Sulawesi Utara berbondong-bondong menuju kawasan Karame, Kota Manado, untuk ambil bagian dalam Kejuaraan Terbuka Catur se-Sulut. Kegiatan ini digelar oleh Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PERCASI) Sulawesi Utara bekerja sama dengan GMIM Maranatha Karame dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun ke-62 gereja tersebut.
Tak hanya sekadar turnamen, ajang ini menjadi ruang edukasi, pembinaan karakter, hingga perayaan toleransi antarumat beragama. Pesan-pesan moral dan sportivitas dikemas dalam setiap langkah pion dan gerakan kuda di atas papan 64 kotak.
Ketua Panitia Junien Kasihue menyampaikan bahwa kejuaraan ini bukan hanya tentang persaingan memperebutkan gelar juara, melainkan tentang semangat untuk membangun kembali atmosfer olahraga catur di Sulut, yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan minat.
“Catur adalah olahraga yang membutuhkan konsentrasi, kecerdasan, dan strategi. Melalui lomba ini, kami ingin memfasilitasi para pencinta catur dari berbagai kalangan dan usia untuk menyalurkan bakat mereka sekaligus mendorong lahirnya atlet-atlet baru yang bisa berprestasi di tingkat nasional bahkan internasional,” ujar Kasihue saat pembukaan kejuaraan.

Panggung Bagi Atlet Muda dan Veteran
Kejuaraan ini membuka lima kategori utama, mulai dari kategori pemula, pelajar, umum, veteran, hingga master. Peserta termuda tercatat berusia 9 tahun, sementara peserta tertua adalah seorang mantan atlet catur nasional berusia 67 tahun. Pendaftaran peserta dilakukan secara daring dan luring, dan tercatat lebih dari 300 peserta resmi ikut serta.
Antusiasme peserta terlihat sejak hari pertama. Aula serbaguna GMIM Maranatha Karame dipenuhi oleh barisan meja dan papan catur, dengan puluhan wasit catur berlisensi nasional yang mengawasi jalannya pertandingan. Beberapa sekolah bahkan mengirimkan perwakilannya untuk bertanding, sebagai bagian dari program ekstrakurikuler olahraga berpikir ini.
“Catur bukan hanya sekadar hobi. Ini adalah bagian dari pendidikan karakter. Anak-anak yang terbiasa bermain catur cenderung lebih sabar, teliti, dan terlatih dalam pengambilan keputusan,” tutur Pelatih Catur SMAN 1 Bitung, Yonatan Lasut, yang mendampingi lima siswanya.

Ruang Toleransi dan Persaudaraan
Imelda Datu, seorang peserta dari Minahasa Selatan yang turut bertanding di kategori umum, mengungkapkan bahwa dirinya mengikuti lomba ini bukan semata untuk menang, tetapi untuk merayakan kebersamaan dan rasa persaudaraan.
“Ini memang rangkaian dari perayaan HUT gereja, tapi semua bisa ikut tanpa melihat latar belakang agama atau kelompok. Ini menunjukkan bahwa olahraga, khususnya catur, mampu menjadi jembatan harmoni. Kita duduk bersama, berpikir bersama, dan saling menghargai,” ujar Imelda.
Ia menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah membuka ruang inklusif dan menjadikan kegiatan keagamaan sebagai ajang pembinaan sosial yang terbuka dan menyenangkan.

Dukungan Lembaga Keagamaan dan Pemerintah
Perpaduan antara organisasi olahraga dan lembaga keagamaan dalam kegiatan ini menjadi contoh kolaborasi yang produktif. GMIM Maranatha Karame, sebagai tuan rumah kegiatan, menyediakan seluruh fasilitas, mulai dari tempat, konsumsi peserta, hingga pelibatan relawan gereja sebagai panitia teknis.
Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) GMIM Maranatha Karame, Pdt. Elly Mamahit, mengatakan bahwa gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai pusat pembinaan masyarakat, termasuk dalam bidang olahraga dan kreativitas.
“Catur adalah bagian dari pembangunan mental. Kami bangga bisa menjadi tuan rumah kegiatan ini. Harapan kami, dari gereja bisa lahir bukan hanya pelayan yang kuat dalam iman, tapi juga generasi muda yang unggul dalam talenta,” ucap Pdt. Elly saat menyambut peserta.
Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Pemuda dan Olahraga juga turut memberikan dukungan moral. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Manado, Arthur Ginting, yang hadir membuka kegiatan menyebut bahwa pihaknya mengapresiasi inisiatif warga dan gereja dalam mempopulerkan kembali catur di tengah generasi muda.
“Ini adalah kegiatan positif yang selaras dengan program kami dalam membina atlet-atlet muda. Kami akan terus mendukung kegiatan serupa, dan ke depan berencana memasukkan kejuaraan ini dalam kalender resmi kegiatan olahraga tingkat kota,” ujar Ginting.

Menempa Kemampuan, Membangun Mental Juara
Selama tiga hari pelaksanaan, suasana kompetisi berjalan intens namun penuh keakraban. Setiap partai catur berlangsung dalam suasana tenang, dengan para peserta berpikir keras menyusun strategi dan memprediksi langkah lawan. Di sela pertandingan, panitia juga menggelar sesi coaching clinic oleh Master Nasional, dengan tema “Membaca Peluang dan Menjaga Fokus di Tengah Tekanan”.
Salah satu peserta pelajar, Maria Ivanka Rumondor dari SMA Katolik Santa Maria Manado, mengaku senang bisa ikut serta. Ia mulai bermain catur sejak duduk di bangku SD dan bercita-cita menjadi atlet profesional.
“Selama ini saya latihan sendiri dan ikut turnamen kecil. Di lomba ini saya ketemu banyak pemain bagus. Meski sempat kalah di babak kedua, tapi saya belajar banyak tentang kesabaran dan menghargai lawan,” ujar Ivanka.
Peserta lainnya, Gabriel Najoan, seorang mahasiswa Unsrat, menilai bahwa lomba ini bukan hanya tentang kemenangan semata, melainkan menjadi tempat untuk evaluasi dan pembelajaran.
“Saya sudah lama tidak ikut kejuaraan. Kegiatan ini seperti membangkitkan semangat yang sempat padam. Rasanya seperti reuni juga dengan teman-teman lama sesama pencinta catur,” katanya.

Menggali Potensi dan Mencetak Generasi Unggul
Dari total 300 peserta, 16 nama akhirnya berhasil masuk ke babak final. Mereka bertarung dalam sistem gugur dengan waktu terbatas. Kejuaraan ini menerapkan aturan catur cepat (rapid) dan catur kilat (blitz) yang menguji ketepatan berpikir dan pengambilan keputusan dalam waktu singkat.
Juara umum diraih oleh Michael Sigar dari Kota Tomohon, yang mengalahkan peserta unggulan asal Bitung di babak akhir dengan langkah catur mata kuda yang mengejutkan. Ia dinobatkan sebagai “Pecatur Terbaik Sulut 2025” dalam kategori umum.
“Ini hasil kerja keras dan latihan terus menerus. Saya bangga bisa membawa nama Tomohon dan semoga ke depan bisa ikut kejuaraan nasional,” ungkap Michael usai menerima piala dan hadiah uang pembinaan.
Ketua Percasi Sulawesi Utara, Royke Paat, menyampaikan bahwa lomba ini adalah permulaan dari agenda besar Percasi untuk membangun kembali kejayaan catur di Bumi Nyiur Melambai. Ia menilai Sulut punya potensi besar dengan banyaknya bibit muda yang antusias dan berbakat.
“Kami ingin lomba ini menjadi ajang rutin tahunan. Dengan kolaborasi bersama gereja, sekolah, dan komunitas, kami yakin olahraga catur akan kembali menjadi primadona, dan bisa melahirkan atlet nasional dari Sulut,” kata Paat.

Catur, Refleksi Kehidupan
Lebih dari sekadar olahraga, catur dalam konteks sosial menjadi sarana refleksi kehidupan. Setiap pion yang melangkah, setiap strategi yang dirancang, mengajarkan nilai-nilai kehidupan tentang perjuangan, kesabaran, keberanian mengambil risiko, dan mengakui kekalahan dengan lapang dada.
Lomba Catur dalam rangka HUT ke-62 GMIM Maranatha Karame ini telah menunjukkan bahwa papan catur bisa menjadi ruang inklusif untuk tumbuh dan berkembang, bukan hanya dalam aspek kompetisi, tapi juga dalam membangun nilai, etika, dan solidaritas.
Dengan suksesnya kegiatan ini, masyarakat berharap akan ada lebih banyak kegiatan sejenis di masa mendatang yang memadukan unsur budaya, olahraga, dan spiritualitas sebagai bagian dari pembangunan manusia seutuhnya.