MANADO, — Setelah hampir lima bulan berjuang di tengah stagnasi okupansi dan anjloknya jumlah kegiatan yang biasa dihelat oleh pemerintah daerah, industri perhotelan akhirnya mendapat titik terang. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara resmi memperbolehkan kembali penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah di hotel dan restoran. Kebijakan ini disambut penuh sukacita oleh para pelaku industri perhotelan di berbagai daerah, termasuk di Kota Manado, Sulawesi Utara.
Kabar tersebut menjadi embusan angin segar bagi para pengelola hotel yang selama ini terseok dalam tekanan finansial. Pemberlakuan kembali kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis dan penting dalam menghidupkan kembali roda ekonomi lokal, khususnya di sektor perhotelan dan pariwisata yang telah mengalami dampak signifikan akibat pembatasan tersebut.

Hotel Kehilangan Pendapatan, Okupansi Anjlok
Sejak awal tahun, banyak hotel di Manado dan kota-kota besar lainnya di Indonesia kehilangan sebagian besar pendapatan mereka karena larangan kegiatan pemerintah yang biasanya menjadi tulang punggung operasional bisnis perhotelan. Acara-acara seperti rapat koordinasi, bimbingan teknis, pelatihan, dan seminar yang umumnya menjadi sumber penghasilan utama bagi hotel, mendadak berhenti total.
Ilona Emod, Director of Sales Grand Puri Manado, mengungkapkan rasa syukurnya atas keputusan pemerintah pusat yang memberikan kembali izin tersebut. Menurutnya, dampak dari larangan kegiatan selama hampir setengah tahun telah membuat banyak hotel terpaksa melakukan efisiensi besar-besaran.
“Dalam enam bulan terakhir, okupansi kami menurun drastis. Tidak ada kegiatan dari pemerintah berarti tidak ada permintaan ruang meeting, tidak ada pemesanan kamar dalam jumlah besar, dan tidak ada pendapatan dari layanan katering. Keputusan dari Mendagri ini seperti titik terang setelah masa kelam,” kata Ilona saat ditemui di Grand Puri Manado.
Hal senada juga disampaikan oleh Jayadi Hadinata, General Manager Aryaduta Hotel Manado. Ia menyebut bahwa selama larangan berlangsung, okupansi hotelnya bahkan sempat menyentuh titik terendah sejak pandemi COVID-19 berlalu.
“Kami sudah melewati masa sulit ketika pandemi, dan ini hampir seperti mengulang hal yang sama. Sekarang, dengan adanya lampu hijau dari Mendagri, kami sangat berharap pemerintah daerah kembali memprioritaskan hotel sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan,” ujar Jayadi.

Sektor Perhotelan Menjadi Korban Sekunder Kebijakan Anggaran
Pelarangan kegiatan pemerintah daerah di hotel pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan penghematan belanja daerah yang diterapkan secara nasional. Banyak pemerintah daerah mengalihkan kegiatan rapat atau pelatihan ke kantor masing-masing demi menekan anggaran. Namun efek lanjutan dari kebijakan tersebut dirasakan secara luas, terutama oleh sektor perhotelan dan UMKM pendukungnya.
Hotel-hotel yang biasanya menggantungkan pendapatan pada kegiatan dinas harian mengalami lonjakan pembatalan. Tidak hanya kamar yang kosong, tetapi juga ruang-ruang rapat yang tidak lagi disewa, serta minimnya pesanan makanan dan minuman.
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Utara, dampak dari kebijakan pembatasan kegiatan pemerintah di hotel sangat masif. Selain kehilangan potensi pendapatan miliaran rupiah per bulan, banyak hotel juga harus merumahkan karyawan, bahkan dalam beberapa kasus melakukan pemutusan hubungan kerja.
“Pemerintah daerah adalah mitra penting bagi hotel-hotel di daerah. Dalam konteks kota seperti Manado yang tidak setiap hari kedatangan wisatawan dalam jumlah besar, kegiatan pemerintah sangat membantu menjaga kelangsungan operasional hotel,” ujar Ketua PHRI Sulut.

Kebijakan Baru Sebagai Langkah Pemulihan Ekonomi
Dengan dikeluarkannya kembali izin kegiatan pemerintah daerah di hotel, para pelaku usaha perhotelan berharap geliat ekonomi akan kembali terasa. Tidak hanya bagi hotel itu sendiri, namun juga sektor terkait seperti penyedia layanan katering, dekorasi, event organizer, hingga transportasi.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata Sulawesi Utara, terdapat lebih dari 150 hotel di wilayah Sulut yang sebagian besar bergantung pada kegiatan pemerintah dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Tanpa kegiatan dari pemerintah, banyak hotel hanya mengandalkan tamu harian yang jumlahnya tidak stabil.
“Kebijakan ini memberikan efek domino yang positif. Ketika satu kegiatan diselenggarakan di hotel, maka jasa transportasi, UMKM penyedia makanan ringan, penyedia souvenir, hingga laundry dan percetakan juga ikut merasakan manfaatnya. Ini bukan hanya tentang hotel, tapi tentang ekosistem ekonomi yang bergerak bersama,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Sulut dalam keterangan tertulis.

Tindak Lanjut di Tingkat Daerah
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sendiri telah merespons cepat kebijakan Mendagri dengan menyusun ulang rencana kerja dan agenda kegiatan yang sebelumnya sempat dibatalkan atau ditunda. Beberapa instansi mulai merancang kembali pelatihan dan rapat kerja yang akan digelar di hotel.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulut menyebut bahwa pemerintah akan segera melakukan penyesuaian anggaran guna mendukung pelaksanaan kegiatan di luar kantor, namun tetap dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas anggaran.
“Kami akan selektif, tapi tetap memprioritaskan pemulihan sektor ekonomi yang terdampak. Hotel dan restoran yang mengalami tekanan sejak awal tahun menjadi prioritas dalam pengalokasian kegiatan. Kita ingin bersama-sama pulih,” jelas Sekda Provinsi Sulut.
Sementara itu, Pemkot Manado juga menyatakan komitmennya untuk kembali menghidupkan kegiatan pemerintahan di hotel-hotel lokal. Dalam waktu dekat, beberapa agenda pelatihan dan koordinasi antar SKPD direncanakan akan diselenggarakan di beberapa hotel berbintang di pusat kota.

Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski kebijakan baru ini memberikan harapan, pelaku usaha tetap menyadari bahwa pemulihan tidak akan instan. Tingkat kepercayaan publik, daya beli, serta stabilitas anggaran pemerintah daerah menjadi faktor penentu kelanjutan dampak positif dari kebijakan Mendagri.
Beberapa pengelola hotel menyampaikan bahwa untuk memaksimalkan peluang ini, hotel perlu meningkatkan pelayanan dan kualitas fasilitas, agar tetap menjadi pilihan utama pemerintah daerah dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan.
“Kami tidak bisa hanya mengandalkan kabar gembira. Kami juga harus meningkatkan kualitas, memperbarui fasilitas, dan menjaga protokol layanan agar tetap profesional. Dengan begitu, kami bisa memastikan bahwa kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah tidak disia-siakan,” kata Ilona Emod.
Pelaku usaha lain juga berharap agar pemerintah pusat dan daerah dapat memberikan insentif tambahan seperti pemangkasan pajak hotel, pengurangan biaya perizinan, hingga kemudahan dalam pinjaman usaha untuk mempercepat pemulihan.

Kolaborasi Pemerintah dan Swasta untuk Pemulihan
Kembalinya kegiatan pemerintah daerah ke hotel menjadi contoh nyata bahwa sinergi antara sektor publik dan swasta sangat penting dalam proses pemulihan ekonomi. Keputusan Mendagri Tito Karnavian membuka jalan bagi ribuan pekerja hotel dan pelaku UMKM untuk kembali beraktivitas dan meraih pendapatan.
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini juga menunjukkan bahwa pendekatan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan lapangan dapat menghasilkan dampak langsung yang signifikan. Pemulihan sektor perhotelan bukan hanya soal angka pendapatan, tetapi juga tentang menjaga keberlanjutan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan sektor pariwisata, dan memastikan roda ekonomi lokal terus berputar.
Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pengelola hotel, dan pelaku ekonomi lainnya, harapan untuk bangkit dari keterpurukan perlahan mulai menjadi kenyataan.