Kotamobagu, — Menjelang Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah, suasana di salah satu pusat penjualan hewan kurban di Kotamobagu, Sulawesi Utara, terlihat jauh dari ramai. Kawasan Jalan Adampe Dolot, Kelurahan Mogolaing, yang biasanya menjadi sentra penjualan kambing dan sapi saat musim kurban, kini tampak lengang. Lapak-lapak penjual hewan kurban berdiri berjejer di pinggir jalan, namun hanya sesekali terlihat warga yang singgah untuk sekadar menanyakan harga. Pedagang yang biasanya kewalahan melayani pembeli, kini justru duduk menunggu dengan penuh harap.
Burhanudin Adam, seorang penjual kambing kurban yang sudah belasan tahun berjualan di kawasan tersebut, mengaku kondisi penjualan tahun ini sangat mengecewakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Biasanya tiga hari sebelum lebaran, kambing-kambing ini sudah habis. Tapi sekarang, baru beberapa yang laku. Hari sudah makin dekat, tapi pembeli belum juga ramai,” ujar Burhanudin dengan nada khawatir.

Kondisi Pasar yang Belum Menggeliat
Menurunnya daya beli masyarakat diduga menjadi salah satu faktor utama dari lesunya penjualan hewan kurban tahun ini. Beberapa pembeli mengaku lebih berhati-hati mengeluarkan uang untuk kebutuhan sekunder, termasuk membeli hewan kurban, karena tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Di sisi lain, harga hewan kurban, terutama kambing, mengalami kenaikan signifikan. Burhanudin menyebut, jika tahun lalu seekor kambing bisa didapatkan dengan harga sekitar Rp5,5 juta, kini harganya melonjak menjadi Rp6 juta bahkan lebih, tergantung ukuran dan jenisnya.
“Harga naik karena stok dari lokal berkurang. Tahun-tahun lalu, kita bisa ambil dari peternak sekitar sini. Sekarang harus datangkan dari Gorontalo dan bahkan dari Sulawesi Selatan. Ongkos transportasi juga naik, jadi harga otomatis ikut naik,” katanya.
Beban biaya distribusi yang tinggi memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pedagang hewan kurban. Jalan rusak, ketersediaan armada pengangkut terbatas, serta kebutuhan pemberian pakan selama proses pengiriman turut menambah ongkos operasional.

Peternak Lokal Mengalami Penurunan Produksi
Ketua Asosiasi Peternak Hewan Kurban Kotamobagu, Ahmad Junus, menjelaskan bahwa produksi kambing lokal tahun ini memang mengalami penurunan. Faktor cuaca yang tidak menentu serta kurangnya pakan menjadi penyebab utama menurunnya populasi kambing siap jual.
“Musim kemarau panjang tahun lalu berdampak pada ketersediaan rumput dan pakan alami. Banyak peternak kecil yang akhirnya mengurangi jumlah ternak karena tidak sanggup membiayai pakan tambahan. Ini efeknya baru terasa sekarang,” jelas Ahmad.
Ia menambahkan bahwa upaya pemerintah daerah dalam mendukung ketahanan peternakan lokal masih belum maksimal. Program bantuan pakan dan pengembangan peternakan mandiri, menurut Ahmad, masih perlu diperluas dan diawasi pelaksanaannya secara langsung di lapangan.

Pembeli Menimbang Harga dan Prioritas
Warga yang biasanya rutin berkurban, seperti keluarga besar atau kelompok arisan, tahun ini terlihat lebih selektif. Mereka cenderung menunda pembelian atau mencari alternatif dengan membeli bersama secara patungan.
Salah seorang warga, Siti Maisarah, mengaku biasanya ia dan keluarganya membeli satu ekor kambing menjelang Iduladha. Namun tahun ini, mereka memilih untuk ikut dalam kurban kolektif yang difasilitasi oleh masjid setempat.
“Harga kambing naik, jadi kami berempat sepakat ikut urunan beli sapi. Lebih hemat, dan bisa sekalian dikirim langsung ke panitia masjid untuk disalurkan,” ungkapnya.
Fenomena kurban kolektif yang makin populer belakangan ini memang menjadi tren tersendiri, terutama di masa pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Selain menghemat biaya, skema ini juga dianggap lebih efisien dalam hal distribusi daging kurban ke penerima manfaat.

Respons Pemerintah Daerah dan Harapan Pedagang
Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kotamobagu mengakui adanya penurunan aktivitas jual-beli hewan kurban tahun ini. Kepala Dinas, Ir. Meidy Manoppo, mengatakan pihaknya terus memantau perkembangan harga dan distribusi hewan kurban di seluruh titik penjualan.
“Kami telah menerjunkan tim pengawasan di beberapa lapak untuk memastikan hewan kurban yang dijual dalam kondisi sehat dan memenuhi syarat syariah. Kami juga memfasilitasi komunikasi antara peternak dan pedagang agar jalur distribusi tidak terhambat,” jelas Meidy.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Kota Kotamobagu berupaya menyediakan jalur subsidi transportasi untuk pengangkutan hewan kurban dari luar daerah, khususnya dari Sulawesi Selatan dan Gorontalo.
Sementara itu, Burhanudin dan pedagang lainnya tetap memasang harapan tinggi bahwa dalam dua hari terakhir sebelum lebaran, masyarakat akan mulai berdatangan. Mereka percaya bahwa tradisi kurban masih sangat kuat di tengah masyarakat, hanya saja waktu pembelian mungkin bergeser lebih dekat ke hari-H.
“Kami percaya, kalau sudah dekat hari Iduladha, pasti ada yang datang beli. Masyarakat di sini masih sangat menjunjung tinggi tradisi kurban. Kami hanya berharap harga tetap stabil agar semua bisa kebagian,” kata Burhanudin.

Tren Nasional yang Sama
Fenomena serupa juga terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia. Beberapa laporan media dari Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur menunjukkan kecenderungan yang sama: harga naik, pasokan terbatas, dan daya beli masyarakat yang belum optimal.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Nasional Indonesia (PPNI), Dr. Irfan Zainuddin, menyebut bahwa sektor peternakan hewan kurban tahun ini memang menghadapi tantangan berat.
“Kita menghadapi triple pressure: inflasi pangan, distribusi pakan yang tersendat, dan ketidakpastian cuaca. Ini semua berdampak langsung pada peternak dan tentu pada pedagang hewan kurban. Tapi saya tetap optimistis, karena kebutuhan hewan kurban di Indonesia sangat tinggi dan bersifat tradisional,” tegasnya.

Rekomendasi dari Pengamat Ekonomi
Pengamat ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi, Dr. Merry Anggraini, memberikan analisis bahwa perlambatan penjualan hewan kurban adalah cerminan dari kondisi ekonomi rumah tangga yang belum sepenuhnya pulih.
“Masyarakat saat ini lebih fokus pada kebutuhan pokok dan pendidikan anak. Kebutuhan religius seperti kurban tetap ada, tetapi cara pelaksanaannya lebih disesuaikan dengan kondisi keuangan. Misalnya melalui program kurban kolektif atau sedekah daging,” ujar Merry.
Ia menyarankan agar pemerintah daerah bisa menjalin kemitraan dengan koperasi peternak dan lembaga keagamaan untuk menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan hewan kurban secara berkelanjutan.
Tiga hari menjelang Iduladha 1446 Hijriah, suasana di pasar hewan kurban Kotamobagu mencerminkan tantangan kompleks yang dihadapi oleh pelaku usaha sektor ini. Mulai dari keterbatasan stok, kenaikan harga, distribusi yang mahal, hingga daya beli masyarakat yang rendah. Namun di tengah keterbatasan tersebut, semangat untuk tetap merayakan Iduladha dengan berkurban tidak sepenuhnya surut.
Pedagang seperti Burhanudin Adam masih terus menjaga optimisme, membersihkan kandang, memberi makan kambing-kambing yang tersisa, dan menyambut setiap pembeli yang datang dengan senyum ramah. Harapan tetap menggantung di langit Kotamobagu, bahwa tradisi berkurban yang telah menjadi bagian dari budaya umat Muslim di daerah ini akan tetap bertahan di tengah arus zaman dan tantangan ekonomi.