Manado, — Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus Komaling (YSK), memaparkan kesiapan daerahnya dalam pembentukan Koperasi Merah Putih (KMP) di hadapan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Republik Indonesia, Yandri Susanto, dalam acara Peluncuran dan Dialog Pembentukan Koperasi Merah Putih tingkat provinsi Sulawesi Utara, Sabtu (31/5/2025) yang digelar di Aula Mapalus, Kantor Gubernur.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur YSK menyampaikan capaian signifikan dari program pembentukan koperasi desa berbasis gotong royong tersebut, yakni dari total 1.839 desa dan kelurahan se-Sulut, sudah 1.701 yang melaksanakan musyawarah khusus pembentukan KMP. Sebanyak 425 di antaranya telah masuk tahap proses akta notaris, dan 49 KMP dinyatakan sudah berbadan hukum.

Acara tersebut juga dihadiri para kepala daerah dari kabupaten dan kota, termasuk para lurah, hukum tua, camat, serta perangkat desa yang akan menjadi ujung tombak implementasi kebijakan ini di tingkat akar rumput.

Komitmen Gubernur dan Pemerintah Daerah: Arah Tegas untuk Penguatan Ekonomi Desa

Dalam sambutannya, Gubernur YSK menekankan pentingnya percepatan pembentukan KMP sebagai bagian dari upaya strategis pemberdayaan ekonomi kerakyatan di tingkat desa dan kelurahan. Gubernur YSK secara lugas meminta para bupati dan wali kota untuk mengarahkan lurah dan kepala desa mempercepat legalitas koperasi di masing-masing daerah.

“Bupati dan wali kota harus mengarahkan para kepala desa untuk menotariskan KMP di desa-desa, khususnya di daerah yang belum 100 persen melaksanakan musyawarah. Segera dikejar,” tegas YSK.

Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi wadah ekonomi rakyat yang mampu menyerap tenaga kerja, mendongkrak perekonomian lokal, serta menjadi basis pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas. “Kalau ekonomi rakyat kuat, maka fondasi pembangunan daerah juga kuat. Kita tidak bisa terus bergantung pada pusat. Koperasi inilah jawabannya,” tambah Gubernur.

Pemetaan Progres Pembentukan KMP: Disparitas dan Potensi

Secara rinci, dari 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, capaian pembentukan KMP bervariasi. Kota Manado menjadi yang terdepan dengan seluruh 87 kelurahannya telah melaksanakan musyawarah pembentukan KMP. Dari jumlah tersebut, 56 KMP telah dalam proses akta notaris, dan 8 telah sah berbadan hukum.

Sebaliknya, Kota Bitung yang memiliki 69 kelurahan baru menyelesaikan 15 musyawarah KMP, dan hanya 7 yang telah masuk proses akta notaris tanpa satu pun yang berbadan hukum. Kota Tomohon dan Kotamobagu memperlihatkan kemajuan dengan tingkat musyawarah yang sudah 100 persen, walau progres legalitas masih perlu ditingkatkan.

Kabupaten Minahasa dan Bolmong, yang memiliki wilayah luas dan jumlah desa yang besar, menunjukkan semangat kuat dalam musyawarah, namun jumlah koperasi yang telah berbadan hukum masih rendah. Hal ini mengindikasikan perlunya pendampingan administratif lebih intensif, terutama dalam proses notarisasi dan pengurusan badan hukum.

Secara umum, daerah-daerah kepulauan seperti Kepulauan Sangihe, Talaud, dan Sitaro menghadapi tantangan geografis yang membuat proses legalisasi KMP lebih lambat. Meski begitu, semangat warga dan aparatur desa tetap tinggi, terbukti dari hampir seluruh desa di Kepulauan Talaud telah melangsungkan musyawarah KMP.

Mengapa Koperasi Merah Putih dan Bagaimana Prosesnya?

Koperasi Merah Putih digagas sebagai bagian dari strategi nasional untuk mendorong kemandirian ekonomi desa melalui wadah usaha kolektif yang berakar pada nilai gotong royong. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Desa PDTT, menargetkan agar seluruh desa di Indonesia memiliki KMP yang aktif secara ekonomi dan administratif pada 2026.

Program ini tidak hanya sebatas pembentukan koperasi, tetapi juga mencakup edukasi kelembagaan, pendampingan usaha, serta integrasi dengan ekosistem ekonomi digital desa. Menteri Yandri dalam sambutannya menegaskan, koperasi harus menjadi “mesin penggerak” desa dalam sektor produksi, distribusi, dan konsumsi.

“Jangan hanya koperasinya ada di atas kertas. Harus aktif, harus hidup. Ini bukan koperasi simpan pinjam saja, tapi koperasi yang menjadi milik bersama, mengelola potensi desa, dari pertanian sampai digitalisasi,” ujar Menteri Yandri.

Adapun proses pembentukan KMP dimulai dari musyawarah khusus di tingkat desa yang melibatkan warga dan perangkat desa. Setelah itu, dilakukan pencatatan notaris untuk keabsahan administratif. Langkah selanjutnya adalah pengurusan badan hukum di kementerian, hingga koperasi tersebut dapat menjalankan usahanya secara legal dan profesional.

Tantangan, Harapan, dan Peran Strategis Pemerintah Pusat

Meski semangat daerah sangat tinggi, sejumlah tantangan masih membayangi pembentukan KMP secara menyeluruh. Kendala umum yang dihadapi meliputi keterbatasan tenaga pendamping hukum, keterbatasan notaris di daerah terpencil, hingga minimnya pengetahuan pengelolaan koperasi oleh aparatur desa.

Namun demikian, langkah yang telah ditempuh Sulawesi Utara menuai apresiasi dari pemerintah pusat. Menteri Yandri menyebut, progres Sulut termasuk yang tercepat di wilayah Indonesia Timur, dan bisa menjadi model bagi provinsi lain. Pemerintah pusat pun berkomitmen memberikan bantuan teknis dan pelatihan bagi pengurus koperasi agar koperasi-koperasi tersebut tidak hanya lahir secara formal, tetapi benar-benar hidup dan menguntungkan masyarakat.

“Kalau satu koperasi saja bisa mempekerjakan 10 orang, bayangkan jika 1.000 koperasi aktif di Sulut. Itu sudah puluhan ribu lapangan kerja terbuka,” kata Yandri.

Pemerintah juga akan membuka akses pembiayaan dari lembaga keuangan negara seperti LPDB-KUMKM serta BUMN yang memiliki program kemitraan. Dengan kolaborasi lintas sektor, Koperasi Merah Putih diyakini mampu memperkuat daya saing desa dan mewujudkan keadilan ekonomi hingga ke pelosok negeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *