Manado – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akan memperketat pengawasan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul temuan paket makanan tidak layak konsumsi yang berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mapanget. Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus, menyatakan bahwa pengawasan akan dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Yulius usai menghadiri pelepasan ratusan jemaah calon haji asal Sulawesi Utara di Asrama Haji Tuminting pada Rabu sore, 15 Mei 2025. Di hadapan media, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi kelalaian dalam distribusi makanan untuk anak-anak sekolah dasar.
“Kami telah menerima laporan menyeluruh dari tim teknis dan menemukan bahwa penyebab utama masalah ini berasal dari kerusakan lemari pendingin di dapur SPPG Mapanget. Ini menyebabkan kerusakan pada lauk berupa ayam goreng yang kemudian terbukti tidak layak dikonsumsi,” tegas Gubernur.

Kronologi Temuan Paket Makanan Bermasalah
Insiden ini terjadi pada Rabu, 15 Mei 2025, ketika dua sekolah dasar di Kelurahan Pandu, yakni SD Negeri Pandu dan SD Inpres 4/82 Pandu, menerima distribusi paket MBG dari SPPG Mapanget. Pihak sekolah menyatakan bahwa beberapa dari paket tersebut mengeluarkan bau tak sedap dan menunjukkan tanda-tanda kerusakan.
Kepala SD Negeri Pandu, Yohanes Lontaan, membenarkan bahwa pihak sekolah segera menahan seluruh distribusi makanan setelah menerima laporan dari guru piket. “Begitu kami mencium aroma yang tidak wajar dari lauk ayam goreng, kami langsung menginstruksikan untuk tidak membagikan makanan tersebut ke siswa. Kami tidak ingin mengambil risiko sekecil apa pun,” katanya.
Langkah cepat pihak sekolah dianggap menyelamatkan puluhan siswa dari potensi keracunan makanan. Dari laporan yang diterima Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulut, tidak ada laporan siswa yang mengalami gangguan kesehatan akibat insiden ini.

Reaksi Pemerintah dan Langkah Lanjutan
Pemprov Sulawesi Utara langsung merespons temuan ini dengan mengirimkan tim inspeksi gabungan ke lokasi dapur SPPG Mapanget. Tim tersebut terdiri dari unsur Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan, dan Inspektorat Daerah.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa sistem penyimpanan bahan pangan di SPPG Mapanget belum dilengkapi sistem pendingin cadangan. Gubernur Yulius menyatakan bahwa fasilitas tersebut akan segera dilengkapi agar kejadian serupa tidak terulang.
“Tidak cukup hanya meminta maaf, kita harus mengambil tindakan nyata. Mulai minggu ini, kami akan menempatkan pengawas distribusi di setiap titik dapur SPPG untuk memastikan standar operasional prosedur dipatuhi,” ujar Gubernur.
Selain itu, Pemprov juga telah memanggil manajemen mitra kerja SPPG yang berada di bawah koordinasi Badan Gizi Nasional untuk dimintai klarifikasi dan pertanggungjawaban.

Permohonan Maaf dan Komitmen Perbaikan dari Mitra SPPG
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Kamis, 16 Mei, pihak mitra Badan Gizi Nasional yang menaungi SPPG Mapanget menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh pihak yang terdampak, khususnya kepada pihak sekolah dan orang tua murid. Mereka mengakui adanya kelalaian dalam pengawasan proses penyimpanan makanan dan menyatakan komitmennya untuk memperketat pengawasan internal.
“Kami mengakui adanya kekurangan dalam sistem pendingin yang seharusnya kami pantau setiap hari. Sebagai bentuk tanggung jawab, kami akan segera memperbarui seluruh unit pendingin dan memperbanyak pelatihan bagi staf logistik dan dapur,” ujar Direktur Operasional SPPG Mapanget, Rina Pasuhuk.
Langkah perbaikan yang dijanjikan meliputi penggantian seluruh alat penyimpanan makanan, perekrutan tenaga ahli gizi tambahan, serta penggunaan sistem digital monitoring suhu untuk memastikan bahan makanan tetap berada dalam suhu aman selama penyimpanan dan distribusi.

Dampak terhadap Citra Program MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan awal 2025 oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara merupakan program unggulan yang menyasar ribuan siswa sekolah dasar dari keluarga prasejahtera. Dengan anggaran mencapai Rp52 miliar untuk tahun anggaran berjalan, program ini bertujuan mengurangi stunting, memperbaiki asupan gizi anak-anak, dan mendorong partisipasi sekolah.
Namun insiden pada 15 Mei menjadi tantangan serius terhadap kredibilitas dan keberlanjutan program. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat mulai menyoroti mekanisme audit mutu yang digunakan oleh pihak pelaksana.
Ketua LSM Gerak Edukasi Sehat Sulut, Merry Malonda, mengatakan bahwa pengawasan distribusi makanan harus dilakukan oleh pihak ketiga yang independen. “Tidak cukup hanya dari internal SPPG atau Dinas, perlu keterlibatan masyarakat sipil untuk memantau kualitas pangan. Ini soal nyawa anak-anak,” ujarnya.

Tanggapan Komunitas Pendidikan dan Orang Tua
Respons orang tua siswa di Pandu menunjukkan keprihatinan sekaligus apresiasi atas tindakan cepat pihak sekolah. Sejumlah orang tua bahkan menyarankan agar pihak sekolah diberikan wewenang lebih besar dalam proses verifikasi akhir makanan sebelum dibagikan ke siswa.
“Kalau bisa, ada petugas gizi dari Puskesmas yang setiap pagi standby di sekolah. Jadi sebelum makanan disalurkan ke anak-anak, sudah dicek dulu,” ujar Aline Mandagi, orang tua murid kelas 4 di SD Inpres 4/82 Pandu.
Sementara itu, komunitas guru menyampaikan kekhawatiran mengenai kemungkinan berkurangnya kepercayaan publik terhadap program MBG. Ketua Forum Guru SD Manado, Donald Rares, menyebut bahwa pemerintah harus mengedepankan transparansi jika ingin memulihkan kepercayaan masyarakat.
“Guru-guru sebenarnya sangat mendukung program ini, karena kami melihat dampaknya langsung terhadap konsentrasi dan semangat belajar siswa. Tapi satu kesalahan saja bisa merusak semua usaha,” kata Donald.

Evaluasi Menyeluruh dan Rencana Audit Berkala
Menindaklanjuti insiden ini, Gubernur Yulius memerintahkan audit menyeluruh terhadap seluruh dapur SPPG yang beroperasi di Sulawesi Utara. Dinas Ketahanan Pangan akan melakukan inspeksi mendadak secara berkala dengan melibatkan pengawas pangan bersertifikasi dan teknisi peralatan dapur.
Inspektur Provinsi Sulut, Ferry Mandolang, menyebut bahwa audit pertama akan dimulai pada 20 Mei mendatang dan difokuskan di daerah rawan distribusi seperti Mapanget, Singkil, dan Tikala. “Kami akan melakukan uji acak pada bahan makanan, peralatan masak, dan logistik distribusi. Jika ditemukan pelanggaran berat, dapur bisa dihentikan operasionalnya sementara,” tegasnya.

Penegasan Tanggung Jawab dan Transparansi Anggaran
Untuk memastikan akuntabilitas program, Pemprov juga mewajibkan seluruh mitra pelaksana MBG untuk mempublikasikan laporan bulanan yang mencakup penggunaan bahan makanan, biaya logistik, hingga laporan kerusakan atau kendala distribusi. Laporan tersebut akan tersedia dalam portal resmi Pemprov mulai Juni mendatang.
“Transparansi bukan pilihan, tapi keharusan. Kami ingin warga tahu dari mana makanan itu berasal, siapa yang masak, dan bagaimana makanan sampai ke tangan anak-anak mereka,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulut, Veronica Najoan.

Upaya Kolektif untuk Masa Depan Anak
Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah strategis untuk membangun generasi muda yang sehat dan cerdas. Namun keberhasilannya hanya bisa diraih melalui kerja sama lintas sektor: dari dapur hingga sekolah, dari dinas hingga rumah, dari pemerintah hingga masyarakat.
Insiden di Pandu menjadi pelajaran penting tentang pentingnya kontrol kualitas dan manajemen risiko dalam program publik berskala besar. Langkah cepat Gubernur Yulius Selvanus untuk mengawasi distribusi makanan secara lebih intensif menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan anak-anak Sulawesi Utara.
“Anak-anak adalah masa depan kita. Tidak boleh ada kompromi soal kualitas makanan mereka,” tutup Gubernur di akhir pernyataannya.