Manado, 1 Mei 2025 – Hari Buruh Internasional biasanya identik dengan demonstrasi dan orasi di jalanan. Namun, suasana berbeda terasa di Kota Manado. Ratusan buruh dari lima organisasi berbeda justru memilih memperingati momentum ini dengan aksi bersih-bersih pantai di kawasan Malalayang. Sebuah langkah simbolik dan konkret yang menandai perubahan paradigma perjuangan buruh—dari protes ke aksi nyata yang berdampak sosial dan lingkungan.

KEGIATAN KOLEKTIF DI PESISIR: BURUH BERGERAK UNTUK ALAM

Pagi hari yang cerah di kawasan pesisir Pantai Malalayang menjadi saksi dari semangat gotong royong para buruh. Sekitar pukul 07.00 WITA, massa mulai berdatangan. Berkaus putih dengan logo organisasi masing-masing, mereka membawa karung bekas, penjepit sampah, dan sarung tangan kain. Lokasi utama kegiatan berpusat di area Manado Beach Walk, namun aksi menyebar ke titik-titik padat seperti dermaga kecil dan bagian belakang rumah makan pesisir.

Organisasi yang terlibat antara lain adalah Serikat Buruh Nasional (SBN), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Serikat Buruh Pariwisata Manado (SBPM). Mereka datang secara mandiri, tanpa mobilisasi besar atau pengawalan ketat. Suasana penuh kebersamaan tampak jelas, mulai dari pekerja sektor perhotelan, transportasi, industri ringan hingga sektor informal seperti pedagang dan penjaga toko.

“Bersih-bersih ini bukan hanya untuk pantai, tapi juga untuk membersihkan citra buruh yang kadang dianggap hanya bisa demo. Kami tunjukkan, kami juga bisa peduli pada lingkungan,” ujar Frangky Mantiri, koordinator lapangan aksi ini.

KEBERSIHAN YANG MENGINSPIRASI: SAMPAH PLASTIK JADI SASARAN UTAMA

Selama lebih dari tiga jam, para buruh memungut sampah yang mayoritas berupa plastik sekali pakai: botol minuman, kemasan mie instan, sedotan, bahkan popok sekali pakai. Karung demi karung dikumpulkan dan dipilah. Sementara sebagian kelompok lain fokus membersihkan jalur trotoar di pesisir yang kerap digunakan wisatawan.

Menurut data dari panitia kegiatan, dalam satu pagi saja mereka berhasil mengumpulkan lebih dari 800 kilogram sampah plastik. Angka ini menggambarkan betapa parahnya kondisi pesisir Malalayang akibat perilaku buang sampah sembarangan.

“Sebagai warga, saya sangat apresiasi. Biasanya Hari Buruh ramai dengan demo, tapi sekarang malah bantu bersihkan pantai kami,” kata Tommy Rimbing, seorang anggota Polri yang sedang bertugas di lokasi dan ikut membantu distribusi logistik kegiatan.

Warga sekitar bahkan ikut membantu dengan menyumbangkan air mineral dan makanan ringan kepada peserta aksi. Anak-anak kecil tampak membantu mengambil sampah-sampah kecil yang terselip di antara batu karang, seolah mengamini bahwa kesadaran bisa menular lewat teladan.

BURUH DAN PERUBAHAN: PARADIGMA BARU DALAM MEMPERJUANGKAN HAK

Frangky Mantiri menegaskan bahwa aksi ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan perjuangan struktural buruh. Namun ia percaya bahwa perubahan sikap masyarakat terhadap buruh bisa dimulai dari tindakan kecil yang positif.

“Demo dan protes tetap penting, tapi hari ini kami ingin mengirim pesan berbeda. Kami ingin dikenal bukan hanya karena tuntutan, tapi karena kontribusi,” katanya.

Momentum Hari Buruh Internasional, yang biasanya menjadi ajang menyuarakan upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan ketenagakerjaan, kali ini diisi dengan kegiatan yang membumi. Selain bersih-bersih pantai, sejumlah organisasi juga menggelar pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian sembako untuk buruh harian, dan konseling hukum terkait ketenagakerjaan di halaman parkir Manado Beach Walk.

RESPON POSITIF MASYARAKAT DAN PEMERINTAH

Kegiatan ini mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Manado, Drs. Johanis Runtu, yang turut hadir dalam acara menyebut aksi ini sebagai “terobosan inspiratif dalam memperingati Hari Buruh di era modern”.

“Ini bentuk konkrit bahwa buruh tidak hanya berpikir soal upah, tapi juga tentang lingkungan tempat mereka bekerja dan tinggal. Pemerintah sangat mendukung inisiatif seperti ini,” katanya dalam sambutannya.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memfasilitasi kegiatan buruh yang bersifat edukatif dan sosial di masa mendatang. Pemerintah kota tengah menjajaki kerja sama dengan LSM lingkungan dan perusahaan lokal untuk membuat program rutin seperti adopsi pantai oleh kelompok buruh.

BUKAN SEKADAR AKSI TAHUNAN: MENUJU KOMITMEN JANGKA PANJANG

Beberapa perwakilan serikat menyatakan bahwa aksi ini bukan semata seremoni tahunan. Ketua SBN Manado, Yusran Mokoginta, menyebut bahwa pihaknya sedang merancang program bulanan “Buruh Peduli Lingkungan” yang akan melibatkan kegiatan seperti penanaman mangrove, edukasi pengelolaan sampah untuk keluarga buruh, hingga pelatihan daur ulang plastik sederhana.

“Kami tidak mau ini jadi aksi sekali setahun. Ini harus jadi gerakan. Kami sudah bicarakan dengan rekan-rekan dari KSPSI dan FSPMI, dan semua mendukung,” ungkap Yusran.

Ia berharap aksi seperti ini juga bisa meredam stigma negatif terhadap buruh yang kerap digambarkan sebagai kelompok keras kepala atau tidak kompromistis.

DIMENSI SOSIAL YANG KUAT: SOLIDARITAS DI ATAS SEGALANYA

Meski digelar tanpa pendanaan besar, aksi ini berhasil mengumpulkan sumbangan sukarela dari anggota serikat dan masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membeli alat kebersihan, menyediakan konsumsi peserta, dan menyewa truk pengangkut sampah ke TPA Sumompo.

Para buruh terlihat saling membantu, tanpa memandang asal organisasi atau sektor pekerjaan. Ada tukang bangunan yang memungut sampah bersama juru masak hotel. Ada ibu-ibu buruh cuci yang membagikan nasi bungkus kepada peserta. Nilai solidaritas begitu terasa dan menjadi pembeda utama dari banyak aksi lainnya.

“Ini baru Hari Buruh yang benar-benar merayakan semangat buruh. Bukan hanya tuntutan, tapi juga kontribusi. Ini luar biasa,” tutur Reinardy Tumundo, aktivis lingkungan dari komunitas Laut Kita.

HARI BURUH TANPA KERUSUHAN: DAMAI DAN BERMAKNA

Yang paling menonjol dari peringatan Hari Buruh kali ini adalah tidak adanya aksi demonstrasi besar-besaran di jalan-jalan utama Kota Manado. Kepolisian setempat mengonfirmasi bahwa tidak ada permintaan izin unjuk rasa dari kelompok buruh manapun. Sebaliknya, mereka menerima pemberitahuan terkait kegiatan sosial dan pengumpulan massa di kawasan pantai.

“Kami justru senang karena suasananya damai. Semua pihak bisa bekerja sama. Bahkan beberapa petugas kami ikut bantu angkut sampah,” ujar AKP Jerry Kalesaran, Kapolsek Malalayang.

Kondisi lalu lintas tetap lancar, tidak ada kemacetan besar yang biasanya terjadi saat demo. Pelaku usaha pariwisata di kawasan Malalayang pun turut mengapresiasi. Mereka berharap kegiatan serupa bisa menjadi agenda tahunan.

MENGUBAH NARASI BURUH, MEMBANGUN PERADABAN

Hari Buruh 2025 di Manado menandai perubahan penting dalam cara memaknai perjuangan kelas pekerja. Tanpa menghilangkan substansi tuntutan, para buruh memilih jalan yang sejuk, inklusif, dan berdampak langsung bagi masyarakat.

Kegiatan bersih pantai ini bukan hanya bentuk kepedulian lingkungan, tetapi juga refleksi dari semangat kolektif untuk membangun narasi baru: bahwa buruh bukan sekadar alat produksi yang menuntut hak, tetapi juga agen perubahan sosial yang mampu memberi kontribusi nyata di tengah tantangan zaman.

Dengan aksi bersih-bersih pantai, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembagian sembako, para buruh Manado membuktikan bahwa Hari Buruh bisa menjadi ajang solidaritas, edukasi, dan inspirasi. Sebuah contoh yang layak ditiru dan dikembangkan di kota-kota lain di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *