Manado, — Suasana Aula Kantor Wali Kota Manado tampak berbeda dari biasanya pada Kamis pagi. Ratusan buruh dari berbagai sektor di Sulawesi Utara hadir dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara bersama Pemerintah Kota Manado. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang identik dengan aksi turun ke jalan, peringatan kali ini dikemas dalam suasana yang lebih meriah dan penuh hiburan, namun tetap menyuarakan aspirasi dan persoalan serius yang dihadapi kalangan pekerja.

Sejumlah tokoh perwakilan serikat buruh hadir memberikan sambutan dan masukan, termasuk Sekretaris Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Max Bawotong dan Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Aswin Lumintang. Acara ini menjadi ajang temu dialog antara buruh, pemerintah, dan pelaku usaha dengan harapan menciptakan hubungan industrial yang lebih sehat dan adil.

Aspirasi dan Masalah Serius di Balik Perayaan

Di balik kemeriahan panggung dan hiburan, suara hati para buruh tetap menjadi inti dari peringatan May Day 2025. Max Bawotong dari KSBSI menyoroti persoalan yang hingga kini masih menjadi momok bagi kalangan buruh, yakni belum optimalnya penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) oleh perusahaan-perusahaan di Sulawesi Utara. “Pemerintah telah menetapkan UMP, namun implementasinya belum menyeluruh. Banyak perusahaan yang belum menaati aturan tersebut. Ini bukan sekadar angka di atas kertas, tapi menyangkut kelangsungan hidup buruh dan keluarganya,” tegas Max.

Ia menambahkan, perlu ada pengawasan yang konkret dan berkelanjutan dari Pemerintah Kota Manado serta Dinas Tenaga Kerja. Menurutnya, pengawasan tidak cukup hanya dilakukan saat ada laporan pelanggaran, namun harus bersifat preventif dengan rutin melakukan inspeksi ke perusahaan. “Jika pengusaha tahu bahwa ada kontrol aktif dari pemerintah, maka mereka akan lebih patuh terhadap regulasi,” imbuhnya.

Senada dengan Max, Aswin Lumintang dari KSPSI menyampaikan bahwa tantangan hubungan industrial ke depan semakin kompleks, terutama dengan terus berubahnya struktur ketenagakerjaan dan regulasi pemerintah. Ia menekankan pentingnya sinergi antara tiga pilar: pemerintah, buruh, dan pengusaha. “Sinergi kita saat ini sudah cukup baik, namun harus lebih ditingkatkan lagi. Salah satu yang menjadi perhatian kami adalah nasib para tenaga honorer. Mereka juga buruh yang selama ini terpinggirkan dalam sistem,” kata Aswin.

Menurutnya, perubahan regulasi kepegawaian dan arah kebijakan tenaga kerja tidak boleh mengorbankan para honorer. Sebaliknya, regulasi baru harus menjamin kesejahteraan mereka agar tidak selalu berada dalam ketidakpastian status dan penghasilan. Aswin mengusulkan agar status honorer diarahkan pada sistem kontrak tetap jangka panjang dengan jaminan sosial dan perlindungan hukum yang kuat. “Kami berharap pemerintah pusat maupun daerah tidak menutup mata terhadap fakta bahwa honorer adalah bagian dari buruh Indonesia,” ujarnya.

Harapan dan Langkah Lanjut Pasca May Day

Meski berbeda dari perayaan May Day konvensional yang identik dengan demonstrasi dan orasi di jalanan, format acara yang digagas Pemprov Sulut dan Pemkot Manado mendapat apresiasi karena memberikan ruang dialog yang lebih produktif dan konstruktif.

Beberapa pejabat pemerintah daerah yang hadir, seperti Wali Kota Manado dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulut, menyampaikan komitmen untuk terus mendengar dan menindaklanjuti aspirasi para pekerja. Dalam sambutannya, Wali Kota Manado menyatakan bahwa penguatan peran pengawas ketenagakerjaan dan transparansi dalam mediasi konflik buruh akan menjadi prioritas. “Kami akan memastikan bahwa semua pekerja mendapatkan haknya sesuai regulasi. Tak boleh ada diskriminasi, termasuk terhadap tenaga honorer maupun pekerja informal,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, rencananya akan dibentuk tim kecil lintas instansi bersama perwakilan buruh untuk merancang mekanisme pengawasan UMP dan perlindungan tenaga kerja nonformal di Kota Manado. Harapannya, May Day tahun ini bukan hanya menjadi perayaan tahunan, melainkan titik tolak perbaikan hubungan industrial yang lebih adil dan berkelanjutan di Sulawesi Utara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *