Manado – Badan Karantina Indonesia (Barantin) resmi menjalin kerja sama strategis dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di Manado. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang karantina, khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. Penandatanganan ini menandai sinergi konkret antara lembaga negara dan perguruan tinggi dalam rangka mendukung ketahanan hayati dan pangan nasional.

Kolaborasi Strategis Lintas Sektor untuk Masa Depan Karantina Indonesia

Dalam upaya memperkuat sistem karantina nasional yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, Badan Karantina Indonesia (Barantin) mengambil langkah progresif dengan menggandeng Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Sulawesi Utara. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama antara kedua institusi ini berlangsung di Kota Manado, Senin (tanggal kegiatan), dalam sebuah acara resmi yang dihadiri oleh jajaran pimpinan dari kedua belah pihak.

Penandatanganan dilakukan langsung oleh Kepala Barantin, Dr. Sahat M. Panggabean, dan Rektor Unsrat, Prof. Dr. Oktavian Berty Alexander Sompie, di hadapan para pejabat struktural Barantin, dekan dan dosen fakultas, serta mahasiswa dari berbagai program studi yang terkait dengan ilmu hayati dan lingkungan.

Menurut Sahat Panggabean, kerja sama ini merupakan langkah strategis dan taktis dalam meningkatkan kinerja Barantin, khususnya dalam menjalankan tugas-tugas karantina yang semakin kompleks di era globalisasi. Ia menekankan bahwa tindakan karantina tidak lagi bisa dijalankan hanya dengan pendekatan administratif, tetapi harus berbasis riset, teknologi, dan didukung oleh SDM unggul.

“Dengan kerja sama ini, tindakan karantina akan lebih optimal dan berbasis riset. Perguruan tinggi memiliki kekuatan dalam aspek akademik dan penelitian. Itu sangat penting bagi Barantin agar kebijakan dan operasional karantina didasari oleh data ilmiah dan inovasi teknologi,” tegas Sahat dalam sambutannya.

Sahat juga menyoroti pentingnya keterlibatan Unsrat dalam mencegah penyebaran hama dan penyakit yang berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu ketahanan pangan nasional. Menurutnya, Unsrat memiliki kapasitas akademik dan laboratorium yang mampu mendukung kajian serta uji laboratorium dalam proses karantina.

Program Konkret: Magang, Pelatihan, hingga Penelitian Kolaboratif

Rektor Unsrat, Prof. Oktavian Sompie, menyatakan bahwa pihaknya sangat menyambut baik kerja sama dengan Barantin. Ia menilai kolaborasi ini sebagai bentuk nyata kontribusi perguruan tinggi terhadap isu-isu strategis nasional.

“Kami di Unsrat siap memberikan kontribusi nyata melalui program pendidikan, pelatihan, magang, dan penelitian kolaboratif. Mahasiswa dan dosen kami akan sangat terbantu dengan adanya akses ke dunia praktik karantina melalui Barantin,” ujar Sompie.

Beberapa program konkret yang akan dijalankan segera meliputi pelatihan untuk mahasiswa dan tenaga karantina, program magang di unit-unit kerja Barantin, pelaksanaan penelitian bersama di bidang mikrobiologi, epidemiologi, dan teknologi pascapanen, serta pendidikan lanjutan seperti program magister terapan karantina dan studi kelautan.

Kolaborasi juga akan menyasar pengembangan kurikulum bersama, khususnya di bidang biosekuriti, analisis risiko, serta mitigasi hama dan penyakit. Bahkan, kedua pihak sepakat untuk membentuk forum riset karantina regional yang akan menjadi wadah tukar informasi ilmiah antarpeneliti dan praktisi di bidang karantina.

Dampak Langsung terhadap Mahasiswa dan Tenaga Karantina

Mahasiswa Unsrat, khususnya dari Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Pertanian, serta Kedokteran Hewan, diproyeksikan akan menjadi kelompok yang paling diuntungkan dari kerja sama ini. Mereka akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelitian terapan, studi kasus, hingga magang di lapangan langsung bersama petugas karantina.

Sementara itu, bagi tenaga karantina Barantin, kerja sama ini menjadi jembatan untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan lanjutan serta kesempatan melanjutkan studi di Unsrat. Peningkatan kompetensi ini menjadi kunci dalam menjaga kredibilitas Barantin di mata mitra internasional.

Sahat Panggabean menyatakan bahwa Barantin tengah mengembangkan sistem karantina terpadu yang melibatkan teknologi digital, deteksi dini berbasis kecerdasan buatan, serta sistem pelaporan cepat untuk pengawasan lintas batas.

“Dalam waktu dekat, kami akan meluncurkan platform integrasi data karantina nasional, dan kami berharap Unsrat bisa berperan sebagai mitra akademik dalam mengembangkan model prediksi dan analitiknya,” kata Sahat.

Kerja sama antara Barantin dan Unsrat ini juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Sulut melalui Kepala Dinas Pertanian menyatakan bahwa kolaborasi ini sejalan dengan visi pembangunan daerah yang berbasis ketahanan pangan dan lingkungan.

Barantin dan Unsrat juga berencana menyelenggarakan seminar nasional tentang “Karantina di Era Globalisasi dan Perubahan Iklim” pada akhir tahun ini. Kegiatan tersebut akan mengundang para ahli, praktisi, dan pembuat kebijakan dari seluruh Indonesia dan luar negeri.

Meski kerja sama baru saja dimulai, berbagai pihak berharap sinergi ini tidak berhenti pada nota kesepahaman semata. Ke depan, akan dibentuk tim kerja bersama dan unit pelaksana teknis gabungan untuk memastikan seluruh agenda kerja sama berjalan optimal dan berkelanjutan.

Langkah strategis Barantin menggandeng Unsrat menjadi contoh nyata bagaimana sinergi antara lembaga negara dan dunia pendidikan mampu menciptakan solusi berkelanjutan bagi tantangan nasional. Dengan dasar keilmuan yang kuat, kebijakan karantina diharapkan tidak hanya efektif secara operasional, tetapi juga mampu memberikan perlindungan maksimal bagi keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *