Gereja Katedral “Hati Tersuci Maria” di Kota Manado tampak berselimut duka. Sejak Senin pagi, 21 April 2025, bendera Vatikan berkibar setengah tiang di halaman gereja yang terletak di Jalan Sam Ratulangi tersebut. Umat Katolik di Manado, bersama seluruh umat di penjuru dunia, tengah merasakan duka mendalam atas wafatnya pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus.

Penghormatan Simbolik: Bendera Setengah Tiang dan Baliho Sang Paus

Wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025 pukul 23.34 waktu Roma, menggemparkan dunia Katolik. Tidak butuh waktu lama, kabar duka itu menyebar cepat ke seluruh keuskupan di berbagai belahan dunia, termasuk di Keuskupan Manado, Sulawesi Utara.

Sebagai bentuk penghormatan terakhir, pihak Gereja Katedral “Hati Tersuci Maria” mengibarkan bendera Vatikan setengah tiang di sembilan tiang bendera yang berdiri tegak di halaman depan. Selain itu, sebuah baliho besar menampilkan wajah Paus Fransiskus dengan latar kuning putih, warna khas Vatikan, lengkap dengan tulisan “Selamat Jalan, Bapa Suci” dalam bahasa Indonesia dan Latin.

Pastor Paroki Katedral Manado, Romo Antonius Palewai, mengungkapkan bahwa pengibaran bendera ini merupakan simbol duka dan penghormatan umat Katolik di Manado kepada pemimpin spiritual mereka.

“Kita semua kehilangan. Bapa Suci adalah figur yang sangat mencintai perdamaian dan kemanusiaan. Kami umat di Manado turut berduka dan mengenang beliau dalam doa dan pengabdian,” ujar Romo Antonius saat ditemui di halaman gereja.

Atmosfer Duka di Dalam dan Luar Gereja

Tak hanya suasana luar gereja yang mencerminkan kedukaan, suasana di dalam rumah ibadah pun turut menyesakkan dada. Di depan altar, terpajang sebuah foto besar Paus Fransiskus yang dikelilingi karangan bunga putih dan ungu, warna liturgi yang sering dikaitkan dengan duka dan pengharapan.

Di sisi kanan altar, diletakkan lilin-lilin besar yang terus menyala selama 24 jam sebagai simbol doa tiada henti dari umat. Suara doa Rosario menggema lembut dari para suster dan umat yang datang silih berganti sejak pagi.

Menurut Maria Duma, seorang umat paroki, suasana duka ini mengingatkannya pada saat Paus Yohanes Paulus II wafat tahun 2005. “Tapi kali ini terasa lebih dekat, karena Paus Fransiskus sangat aktif dan dekat dengan umat. Beliau punya jiwa yang sangat sederhana dan penuh cinta kasih,” ujarnya sambil meneteskan air mata.

Misa Arwah: Doa Bersama untuk Jiwa Paus Fransiskus

Puncak penghormatan dijadwalkan akan digelar pada Jumat, 25 April 2025. Gereja Katedral akan menyelenggarakan misa arwah khusus untuk mendoakan arwah Paus Fransiskus. Misa tersebut dipimpin langsung oleh Uskup Keuskupan Manado, Mgr. Benedictus Eko Wibowo, dan diikuti oleh ratusan umat dari berbagai paroki di Sulawesi Utara.

Panitia penyelenggara misa menyebutkan bahwa seluruh imam dan biarawan-biarawati di wilayah keuskupan Manado akan turut hadir, termasuk tokoh-tokoh lintas agama dan pemerintah daerah. Bahkan, perwakilan dari Konsulat Jenderal Filipina di Manado dijadwalkan ikut hadir sebagai bentuk penghormatan atas relasi erat antara Vatikan dan negara-negara Asia Tenggara.

Karangan Bunga dan Belasungkawa Terus Mengalir

Di seberang gereja, tepatnya di kantor Keuskupan Manado, suasana duka juga begitu terasa. Puluhan karangan bunga dari berbagai tokoh masyarakat, instansi pemerintahan, organisasi lintas iman, dan kepala daerah se-Sulawesi Utara berjejer rapi sejak hari pertama kabar duka diumumkan.

Karangan bunga dari Gubernur Sulawesi Utara, Walikota Manado, Bupati Minahasa, hingga tokoh adat dan pengusaha lokal menghiasi halaman keuskupan. Setiap karangan bunga membawa pesan duka yang mendalam, tidak hanya bagi umat Katolik tapi juga seluruh warga yang mengenal kiprah Paus Fransiskus di panggung dunia.

Refleksi Umat: Warisan Paus Fransiskus di Hati Masyarakat

Paus Fransiskus dikenal luas sebagai sosok revolusioner dalam tubuh Gereja Katolik. Ia dikenal dengan gaya hidup sederhana, keberpihakannya pada kaum miskin, serta keberaniannya menyuarakan isu-isu global seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, dan perdamaian dunia.

Bagi umat Katolik di Manado, warisan spiritual itu akan terus hidup. Dalam homilinya pada misa harian, Romo Antonius mengajak umat untuk terus menghidupi semangat pelayanan dan belas kasih yang diwariskan Paus Fransiskus.

“Paus tidak hanya menjadi pemimpin Gereja, tapi juga simbol cinta Tuhan yang menjangkau semua orang, tanpa kecuali,” ujar Romo.

Masa Berkabung Sembilan Hari dan Agenda Keuskupan

Sebagai bagian dari tradisi Katolik, Gereja menetapkan masa berkabung selama sembilan hari atau novena sejak wafatnya Paus Fransiskus. Setiap malam, umat Katolik di Manado akan berkumpul di gereja untuk mendaraskan doa dan mengenang kehidupan Paus melalui refleksi iman.

Selain itu, Keuskupan Manado juga menjadwalkan rangkaian kegiatan spiritual seperti adorasi Ekaristi, ibadat Sabda, dan pelayanan sakramen rekonsiliasi. Semua kegiatan ini dibuka untuk umum sebagai bentuk solidaritas dan keterbukaan gereja terhadap semua golongan masyarakat.

Umat juga diajak untuk menuliskan pesan dan doa di buku kenangan yang disediakan di pintu utama gereja. Hingga hari keempat setelah wafatnya Paus, sudah lebih dari 2.000 umat tercatat menuliskan doa, kesan, dan harapan mereka dalam buku tersebut.

Paus Fransiskus mungkin telah tiada secara fisik, namun jejak langkah dan keteladanannya akan terus hidup dalam hati umat Katolik di Manado, Indonesia, dan seluruh dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *