Manado, 20 April 2025 – Ribuan warga Manado dari berbagai kalangan tumpah ruah di kawasan Pecinan untuk merayakan hari lahir Dewi Ma Co, dewi pelindung nelayan yang dihormati oleh komunitas Tionghoa. Kegiatan ini dirangkaikan dengan festival kuliner dan bazar yang berlangsung sejak 17 hingga 20 April 2025 di pelataran Klenteng Ba Hing Kiong, Manado. Setiap malam, area ini berubah menjadi lautan manusia yang menikmati sajian kuliner, pertunjukan seni budaya, dan atmosfer persaudaraan lintas etnis yang menghangatkan hati.

Perayaan yang Menyatukan Komunitas

Perayaan hari lahir Dewi Ma Co, atau yang juga dikenal sebagai Mazu, bukan hanya momentum spiritual bagi umat Tionghoa, tetapi telah berkembang menjadi pesta rakyat tahunan yang mempererat hubungan antarwarga Kota Manado.

Bobby Onibala, Wakil Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Klenteng Ba Hing Kiong, menyatakan bahwa festival ini terbuka untuk umum dan tidak terbatas hanya untuk penganut agama Khonghucu atau keturunan Tionghoa.

“Festival ini adalah bentuk syukur dan juga upaya pelestarian tradisi leluhur. Tapi lebih dari itu, kami ingin menjadikannya ruang persaudaraan dan kebersamaan lintas etnis. Semua warga Manado, tanpa memandang latar belakang, bisa datang dan menikmati kebersamaan ini,” ungkap Bobby saat ditemui pada malam puncak perayaan, Sabtu (19/4/2025).

Yang Ditawarkan dalam Festival Ini

Setidaknya terdapat lebih dari 40 tenda kuliner yang berjajar rapi di pelataran Klenteng Ba Hing Kiong, menyajikan hidangan khas Tionghoa seperti bakcang, dimsum, kue keranjang, kwetiau goreng, serta hidangan lokal Manado seperti tinutuan, cakalang fufu, dan panada.

Aroma rempah, suara penggorengan mendesis, dan sapaan hangat para pedagang menciptakan suasana akrab yang memanjakan indera. Harga makanan pun tergolong terjangkau, menjadikan bazar ini ramah kantong dan merakyat.

Cindy, seorang pengunjung yang datang bersama keluarganya, mengaku telah rutin datang ke festival ini setiap tahun.

“Saya selalu tunggu-tunggu acara ini. Makanannya enak, hiburannya seru, dan anak-anak senang bisa lihat barongsai. Ini sudah jadi agenda tahunan keluarga kami,” ujar Cindy sambil menyantap dimsum kukus favoritnya.

Festival Ini Penting bagi Warga Manado

Keberadaan Festival Dewi Ma Co menjadi simbol harmoni di tengah keberagaman Manado, kota yang dikenal memiliki keragaman etnis dan agama. Di tengah perbedaan, acara ini menjadi ruang persatuan yang mengedepankan nilai toleransi dan kebudayaan.

Tak hanya warga Tionghoa, warga Minahasa, Arab, Bugis, dan komunitas lain turut datang menikmati sajian kuliner dan hiburan. Bahkan, beberapa komunitas lintas agama turut mengisi panggung hiburan dengan penampilan musik dan tarian yang mencerminkan keberagaman budaya di Sulawesi Utara.

“Ini menunjukkan bahwa Manado adalah kota yang damai. Kita bisa sama-sama makan, tertawa, dan merayakan sesuatu yang penting bagi satu komunitas tanpa harus merasa terasing,” ungkap Johan Rumengan, tokoh masyarakat yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.

Proses Persiapan dan Pelaksanaan Festival

Menurut panitia pelaksana, persiapan festival dimulai sejak awal Maret 2025, melibatkan lebih dari 100 relawan dari komunitas Tionghoa, organisasi pemuda, pelajar, dan masyarakat sekitar. Tidak hanya fokus pada kuliner, panitia juga memastikan pengamanan, kebersihan, serta penataan area pengunjung agar tetap nyaman dan aman.

Selama empat hari pelaksanaan, festival ini menghadirkan hiburan malam yang berbeda setiap hari, mulai dari pertunjukan barongsai, tarian naga, modern dance, hingga live music dari band lokal Manado. Tak ketinggalan, lomba foto dan video bertema “Merayakan Dewi Ma Co” yang mengajak pengunjung untuk mengabadikan momen terbaik di media sosial.

Pihak kepolisian dan Satpol PP turut melakukan pengamanan, memastikan tidak terjadi gangguan ketertiban umum. Sementara itu, petugas kesehatan dari Puskesmas Sario menyediakan posko medis untuk pengunjung yang memerlukan layanan cepat.

Dewi Ma Co Dirayakan Setiap Tahun

Dewi Ma Co, atau yang dikenal juga sebagai Mazu, adalah figur mitologis yang dipercaya sebagai pelindung para nelayan dan pelaut dalam tradisi Tionghoa. Legenda menyebutkan bahwa Ma Co adalah seorang perempuan dari Fujian, Tiongkok, yang memiliki kemampuan spiritual luar biasa dan menyelamatkan banyak nelayan dari badai.

Perayaan hari lahirnya, yang jatuh pada tanggal 23 bulan ketiga dalam kalender lunar, sudah sejak lama menjadi bagian dari tradisi warga Tionghoa, khususnya di kota-kota pesisir seperti Manado.

Klenteng Ba Hing Kiong, sebagai klenteng tertua di Sulawesi Utara yang berdiri sejak 1819, menjadi pusat spiritual komunitas Tionghoa Manado. Setiap tahun, peringatan Ma Co di tempat ini tak hanya menjadi kegiatan religius, tetapi juga festival budaya yang dirayakan bersama masyarakat luas.

Peran Pemerintah Kota Manado dalam Festival

Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan turut mendukung kegiatan ini. Kepala Dinas Pariwisata, Maria Kalangi, menyebutkan bahwa festival ini masuk dalam kalender event tahunan Kota Manado.

“Kami melihat potensi besar dari Festival Dewi Ma Co sebagai atraksi budaya dan pariwisata. Setiap tahun, jumlah pengunjung terus meningkat, termasuk wisatawan domestik dan asing. Ini tentu menjadi daya tarik yang memperkuat citra Manado sebagai kota wisata budaya,” ujar Maria.

Wali Kota Manado, Andrei Angouw, juga hadir pada malam puncak dan memberikan apresiasi kepada panitia dan masyarakat atas terselenggaranya acara ini dengan baik.

“Ini adalah bukti nyata bahwa keberagaman bisa menjadi kekuatan jika kita menjunjung tinggi nilai persaudaraan. Festival ini harus terus dilestarikan,” kata Wali Kota dalam sambutannya.

Di sela-sela keramaian bazar, tampak juga beberapa stand UMKM lokal yang menjual kerajinan tangan, pakaian batik motif Tionghoa, hingga aksesori bertema budaya. Festival ini turut memberikan dampak ekonomi positif bagi pelaku usaha kecil di Manado.

Beberapa mahasiswa dari universitas setempat juga menjadikan acara ini sebagai lapangan observasi untuk tugas akhir mereka, terutama yang mengambil studi tentang antropologi budaya dan pariwisata.

Sementara itu, beberapa pengunjung dari luar daerah, seperti dari Bitung, Tomohon, bahkan Gorontalo, tampak antusias mengikuti festival. Mereka menginap di hotel-hotel sekitar pusat kota yang mengalami peningkatan hunian selama empat hari tersebut.

Dengan berakhirnya Festival Dewi Ma Co pada malam 20 April 2025, masyarakat Manado tidak hanya menyudahi pesta kuliner dan hiburan, tetapi juga mengukuhkan semangat toleransi dan warisan budaya yang terus hidup. Klenteng Ba Hing Kiong akan kembali menjadi tempat sunyi doa, namun semangat kebersamaan yang tercipta selama festival akan terus dikenang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *