MANADO — Menyambut Hari Raya Paskah 2025, suasana religius dan penuh semangat tampak begitu terasa di berbagai pelosok Kota Manado, khususnya di Kelurahan Perkamil. Umat Kristiani yang tergabung dalam Jemaat GMIM Saptamarga Solafide Perkamil kembali menghidupkan tradisi tahunan yang sarat makna: Lomba Taman Paskah.

Kegiatan ini bukan sekadar hiasan semata, melainkan bentuk ekspresi iman yang mendalam dalam menggambarkan jalan sengsara Yesus Kristus atau Via Dolorosa menuju Bukit Golgota — tempat penyaliban yang menjadi simbol puncak pengorbanan-Nya.

Sejak awal April, warga jemaat sudah tampak sibuk. Setiap kolom atau kelompok pelayanan dalam jemaat bekerja sama membangun taman-taman mini di sekitar kompleks gereja maupun di halaman rumah warga yang ditunjuk. Ornamen-ornamen khas Paskah seperti salib, batu kubur kosong, lampu warna-warni, dan patung-patung miniatur para murid Yesus, menghiasi setiap taman dengan kreativitas yang luar biasa.

Ketua Panitia Paskah GMIM Saptamarga Solafide Perkamil, Richard Daniel Mantik, menyampaikan bahwa kegiatan ini sudah menjadi tradisi yang dinantikan setiap tahun oleh jemaat.

“Antusias umat Kristiani membuat Taman Paskah ini sudah terasa sejak jauh-jauh hari. Setiap anggota jemaat dari berbagai usia saling berkolaborasi, mencurahkan ide, kreativitas, dan waktu mereka untuk menyajikan karya terbaik,” ujar Mantik, yang mengenakan topi dan baju hitam saat diwawancarai.

Menurutnya, tidak ada batasan dalam ekspresi. Setiap kelompok diberikan kebebasan untuk menuangkan interpretasi visual dari kisah sengsara dan kebangkitan Yesus. Mulai dari taman yang menggambarkan Perjamuan Terakhir, Doa di Taman Getsemani, Jalan Salib, hingga kubur kosong pada hari kebangkitan.

Bukan hanya aspek estetika yang menjadi penilaian, tetapi juga nilai teologis dan kedalaman pesan yang disampaikan.

Penatua Kolom 22, Winny Rusmana, menjelaskan bahwa pembuatan taman ini juga menjadi sarana edukasi iman, terutama bagi generasi muda.

“Anak-anak dan remaja kami libatkan dalam proses. Mereka belajar tentang kisah Paskah sambil berkarya. Ini cara kami menanamkan nilai-nilai iman sejak dini,” ujar Winny, yang mengenakan kaos merah saat ditemui di salah satu taman yang dibangun oleh kolomnya.

Hal serupa diungkapkan oleh Hiras R.M. Simanjuntak, seorang Diaken di kolom yang sama. Ia menekankan bahwa taman ini bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata dari perenungan iman dalam karya.

“Kami ingin seluruh jemaat benar-benar menghayati pengorbanan Yesus Kristus, bukan hanya dalam liturgi, tapi juga dalam tindakan. Taman ini menjadi refleksi iman kami yang hidup,” tutur Simanjuntak yang mengenakan kaos cokelat.

Sebanyak lebih dari 20 taman dibangun tahun ini, masing-masing dengan ciri khas dan pesan yang berbeda. Beberapa taman tampak sangat dramatis dengan pencahayaan redup untuk menggambarkan suasana duka, sementara taman lainnya dihiasi dengan warna-warna cerah dan bunga-bunga segar, simbol dari kemenangan kebangkitan.

Juri-juri dari kalangan pelayan khusus dan perwakilan jemaat ditunjuk untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria tertentu: kreativitas, kedalaman makna, kekompakan tim, dan penyampaian pesan iman.

Lomba ini bukan semata-mata untuk menentukan siapa yang terbaik, melainkan menjadi ruang bersama untuk menumbuhkan semangat gotong-royong dan mempererat persaudaraan jemaat.

Tradisi yang Menyatukan dan Menguatkan Iman

Tradisi Lomba Taman Paskah ini sudah berjalan lebih dari satu dekade di GMIM Saptamarga Solafide Perkamil. Setiap tahun, tema dan pendekatannya selalu berbeda, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan pesan yang ingin ditekankan.

Tahun ini, tema besar yang diusung adalah “Dalam Sengsara-Nya Kita Menang”, mengajak jemaat untuk merenungkan bagaimana penderitaan dan pengorbanan Yesus Kristus membawa kemenangan bagi umat manusia. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, tema ini relevan untuk menguatkan iman di tengah berbagai tantangan zaman.

Pesan yang Hidup Melalui Karya Visual

Lomba ini pun mengundang perhatian warga sekitar, termasuk yang bukan dari kalangan gereja. Banyak masyarakat umum yang datang menyaksikan karya taman Paskah di malam hari karena suasananya yang indah dengan lampu-lampu tematik.

Tidak sedikit yang menjadikannya spot untuk berswafoto, namun di sisi lain, kehadiran taman-taman ini juga menimbulkan keingintahuan dan refleksi.

“Taman-taman ini sangat menyentuh. Saya yang bukan anggota gereja ini jadi ingin tahu lebih banyak tentang makna Paskah,” ungkap Lisa, seorang warga Perkamil yang mengunjungi lokasi taman bersama keluarganya.

Harapan untuk Tahun-Tahun Mendatang

Panitia berharap, lomba ini akan terus dilanjutkan di tahun-tahun mendatang dan bisa menjadi salah satu ikon religius warga Perkamil setiap menjelang Paskah.

Dengan keterlibatan seluruh unsur jemaat — dari anak-anak, remaja, pemuda, orang tua hingga lansia — tradisi ini bukan hanya memperkuat spiritualitas, tapi juga memperkokoh relasi sosial di tengah masyarakat.

“Lewat taman ini, kami belajar melayani, bekerja sama, dan memuliakan Tuhan dengan cara yang kreatif,” tutup Richard Mantik.

Melalui lomba Taman Paskah, umat Kristiani di GMIM Saptamarga Solafide Perkamil tidak hanya menghadirkan keindahan visual, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang kasih, pengorbanan, dan harapan dalam iman Kristiani. Sebuah tradisi yang layak dilestarikan — bukan hanya untuk memperingati Paskah, tetapi juga untuk terus menyalakan semangat kebersamaan dan iman yang hidup.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *