Manado – Pemeriksaan intensif selama 10 jam dijalani Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara, Fransiscus Andi Silangen, oleh penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Utara. Silangen diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang mengalir dari tahun 2020 hingga 2023.

Pemeriksaan ini menambah dinamika baru dalam pengusutan kasus yang telah menyeret lima tersangka dan merugikan negara hingga hampir Rp9 miliar.

Silangen Dicecar Puluhan Pertanyaan Selama 10 Jam

Pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Sulut Fransiscus Andi Silangen dimulai sejak pagi dan baru berakhir malam hari, tepatnya setelah sekitar 10 jam berada di ruang penyidik Tipikor Polda Sulut. Kepada awak media, Silangen menyebut dirinya mendapatkan puluhan pertanyaan dari penyidik terkait alur anggaran dana hibah Pemerintah Provinsi Sulut ke Sinode GMIM.

“Saya diminta menjelaskan seputar mekanisme anggaran yang menjadi dasar pemberian hibah tersebut, mulai dari perencanaan, pembahasan di DPRD, hingga pencairan,” ujar Silangen kepada wartawan di halaman Mapolda Sulut usai pemeriksaan.

Ia menegaskan bahwa seluruh proses hibah yang diberikan kepada Sinode GMIM telah melalui mekanisme resmi dan tertuang dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulawesi Utara.

“Dana hibah ini bukan tiba-tiba muncul, tapi dibahas dan disahkan dalam kerangka APBD. Ada tiga komponen utama yang menjadi fokus dalam proses ini, yakni pendapatan, pembelian, dan belanja daerah,” tegas Silangen.

Pemeriksaan Berlangsung Kooperatif, Penyidik Fokus pada Proses Legislasi Anggaran

Menurut informasi yang dihimpun dari sumber kepolisian, penyidik menaruh perhatian besar terhadap proses pembahasan dan persetujuan dana hibah di tingkat legislatif. Pemeriksaan terhadap Silangen dianggap krusial karena perannya sebagai Ketua DPRD, yang memiliki fungsi pengawasan dan pengesahan anggaran.

Pihak Polda Sulut menyatakan bahwa Silangen bersikap kooperatif selama pemeriksaan dan memberikan keterangan yang dibutuhkan secara lengkap. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup di ruang Subdit Tipikor dengan pengamanan terbatas. Meski demikian, beberapa wartawan sempat melihat kehadiran Silangen di lobi utama Gedung Ditreskrimsus sekitar pukul 09.00 WITA.

Hingga malam hari, proses klarifikasi masih berlangsung hingga akhirnya Silangen keluar sekitar pukul 19.00 WITA dengan pengawalan ketat. Ia tak banyak bicara, namun menyempatkan memberi pernyataan singkat kepada media.

Dugaan Korupsi Dana Hibah GMIM: Kasus Bergulir Sejak Awal 2023

Kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Sulut ke Sinode GMIM ini mulai diusut sejak awal 2023, ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut menemukan kejanggalan dalam penggunaan dana hibah tersebut. Pemeriksaan lanjutan oleh aparat penegak hukum mengarah pada indikasi kerugian negara sebesar hampir Rp9 miliar.

Dana hibah yang diberikan dari tahun 2020 hingga 2023 itu semestinya digunakan untuk mendukung kegiatan sosial-keagamaan yang dilakukan oleh Sinode GMIM, termasuk pembangunan fasilitas ibadah, pelatihan rohani, dan bantuan sosial. Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan indikasi penyimpangan dalam bentuk markup kegiatan, pertanggungjawaban fiktif, hingga pengalihan dana ke pihak-pihak yang tidak berhak.

Lima Tersangka Sudah Ditetapkan, Penyidik Dalami Peran DPRD

Sebelumnya, Polda Sulut telah menetapkan lima tersangka dalam perkara ini. Kelima orang tersebut terdiri dari pihak internal Sinode GMIM dan beberapa pejabat Pemprov Sulut yang terlibat dalam pengelolaan dana hibah.

Dengan pemeriksaan terhadap Fransiscus Andi Silangen, penyidik mulai menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak legislatif dalam alur pencairan dana. Meski Silangen masih berstatus sebagai saksi, publik mencermati apakah akan ada penetapan tersangka baru dalam waktu dekat.

“Fokus kami saat ini adalah mendalami bagaimana proses anggaran ini bisa lolos tanpa catatan. Kami juga menelusuri kemungkinan aliran dana ke pihak-pihak tertentu,” ujar seorang sumber internal Polda Sulut yang enggan disebutkan namanya.

Mengapa Pemeriksaan Ini Penting?

Pemeriksaan terhadap Ketua DPRD memiliki signifikansi politik dan hukum yang sangat tinggi. Sebagai pejabat tinggi di lembaga legislatif daerah, Silangen memiliki pengaruh dalam pembahasan dan persetujuan APBD, termasuk di dalamnya dana hibah. Jika ditemukan indikasi bahwa pembahasan dan persetujuan dilakukan tanpa prosedur yang benar, maka tanggung jawab hukum tidak hanya terletak pada eksekutif.

Selain itu, publik menilai bahwa kasus ini bisa membuka tabir praktik-praktik tidak sehat dalam pengelolaan anggaran hibah ke lembaga keagamaan, yang seharusnya dijalankan dengan transparan dan akuntabel.

Bagaimana Langkah Selanjutnya?

Pihak Polda Sulut memastikan bahwa pemeriksaan terhadap Silangen tidak akan berhenti di satu sesi saja. Jika diperlukan, ia akan kembali dipanggil untuk memberikan keterangan tambahan. Selain itu, penyidik juga mulai mengumpulkan dokumen-dokumen APBD, notulensi rapat DPRD, dan laporan pertanggungjawaban hibah dari Sinode GMIM.

Dari sisi legislatif, belum ada pernyataan resmi dari DPRD Sulut terkait pemeriksaan ini. Namun, sejumlah anggota dewan menyatakan dukungan penuh terhadap upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan.

“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kami percaya, jika semua dilakukan transparan dan adil, maka kepercayaan publik terhadap lembaga dewan tidak akan terganggu,” kata salah satu anggota DPRD Sulut dari fraksi berbeda.

Kasus Dana Hibah: Fenomena Nasional yang Kian Disorot

Praktik penyimpangan dana hibah pemerintah ke lembaga keagamaan dan sosial bukan hanya terjadi di Sulawesi Utara. Beberapa kasus serupa juga mencuat di daerah lain, seperti Jawa Timur, Sumatera Selatan, hingga Papua. Umumnya, modus yang digunakan adalah laporan fiktif, pelibatan yayasan atau lembaga boneka, hingga pengalihan dana ke pihak yang tidak berwenang.

KPK dalam beberapa kali pernyataannya menekankan pentingnya transparansi dan evaluasi ketat dalam pemberian dana hibah, terutama yang melibatkan lembaga keagamaan. Dana hibah kerap digunakan sebagai instrumen politik, terutama menjelang tahun politik seperti pemilu atau pilkada.

Publik Menanti Ketegasan Penegak Hukum

Kasus ini kini menjadi sorotan masyarakat Sulawesi Utara. Publik berharap aparat penegak hukum tidak pandang bulu dalam menangani kasus ini, termasuk jika menyentuh pejabat tinggi daerah. Transparansi, profesionalisme, dan integritas menjadi kunci utama agar proses hukum ini tidak menjadi panggung sandiwara politik semata.

“Kalau memang ada bukti keterlibatan pejabat legislatif, harus diproses. Jangan berhenti di level bawah saja,” ujar Telly Paruntu, seorang aktivis antikorupsi di Manado.

Pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Sulut ini dipastikan bukan yang terakhir. Polda Sulut terus mendalami aliran dana dan memetakan semua pihak yang berpotensi ikut terlibat. Dengan berkembangnya kasus ini, publik tentu menanti kelanjutannya—bukan hanya siapa yang akan menjadi tersangka berikutnya, tetapi juga apakah kasus ini akan membawa perubahan sistemik dalam tata kelola dana hibah ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *