MANADO — Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memasuki babak baru. Setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan selama hampir enam bulan, Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Pengumuman penting ini disampaikan langsung oleh Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Sulut pada Senin malam, 7 April 2025. Kapolda menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara dan analisis mendalam terhadap bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama proses penyidikan.
“Penyidik telah memeriksa 84 orang saksi dari berbagai instansi, termasuk Inspektorat, pihak Sinode GMIM, hingga para ahli hukum. Hasilnya, penyidik menyimpulkan telah terjadi penyimpangan serius dalam pengelolaan dana hibah kepada GMIM yang bersumber dari APBD Provinsi Sulawesi Utara tahun anggaran 2020–2023,” ungkap Kapolda Langie.

Siapa Saja Tersangkanya?
Kelima tersangka yang diumumkan dalam kasus ini antara lain:
- Hein Arina – Ketua Sinode GMIM
- Steve Kepel – Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara sejak 2022 hingga saat ini
- Asiano Gemmy Kawatu – Asisten III tahun 2020–2021 dan Penjabat Sekprov Sulut tahun 2022
- Jefry Korengkeng – Mantan Kepala Badan Keuangan Sulut tahun 2020
- Feredy Kaligis – Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi Sulut sejak 2021 hingga saat ini
Kelima tersangka telah menerima surat panggilan resmi dari penyidik dan dijadwalkan untuk diperiksa secara intensif pada 14 April 2025 mendatang.

Modus Operandi: Menyimpang dari Prosedur dan Peruntukan
Kapolda Langie menjelaskan bahwa modus yang digunakan oleh para tersangka antara lain adalah:
- Menganggarkan, menggunakan, dan mempertanggungjawabkan dana hibah secara tidak sesuai dengan prosedur
- Menyalahi peruntukan dana hibah, dengan cara yang melawan hukum
- Menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, orang lain, atau korporasi
Akibat dari perbuatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 8,9 miliar dari total dana hibah sebesar Rp 21,5 miliar yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Sulut kepada GMIM dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

Berawal dari Laporan Warga, Berujung pada Tersangka
Kasus ini mencuat setelah laporan masyarakat diterima oleh aparat penegak hukum. Warga mencurigai adanya kejanggalan dalam mekanisme pemberian dan penggunaan dana hibah Pemprov Sulut kepada GMIM. Setelah laporan tersebut masuk, Polda Sulut langsung bergerak cepat dan melakukan serangkaian penyelidikan mendalam.
“Penanganan kasus ini murni demi penegakan hukum. Tidak ada intervensi, dan tidak ada istilah tebang pilih. Kami ingin membuktikan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan profesional, demi kemajuan Sulawesi Utara,” tegas Irjen Roycke Langie.

Pasal yang Dikenakan dan Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan:
- Pasal 2 ayat (1) dan/atau
- Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Ancaman hukuman:
- Pidana penjara seumur hidup, atau
- Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun
- Denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar

Penanganan Selanjutnya
Dalam waktu dekat, penyidik akan melanjutkan proses pemeriksaan terhadap para tersangka, termasuk mengonfirmasi kembali sejumlah dokumen dan transaksi keuangan terkait penyaluran dana hibah. Polda Sulut juga membuka peluang penetapan tersangka baru apabila dalam proses pemeriksaan lanjutan ditemukan bukti tambahan keterlibatan pihak lain.
Sementara itu, publik Sulawesi Utara terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan saksama, mengingat nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan tokoh penting di bidang pemerintahan dan keagamaan.
Kapolda Langie menutup konferensi pers dengan pesan tegas:
“Kami tidak berhenti sampai di sini. Siapa pun yang terlibat, akan kami proses sesuai hukum yang berlaku.”