Kotamobagu – Ramadan selalu membawa berkah bagi banyak orang, termasuk bagi para pelaku usaha kreatif yang memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan. Salah satunya adalah Mistry Mokodongan, warga Kotamobagu yang sukses menjual lampu botol dari botol bekas menjelang Idul Fitri. Dengan harga terjangkau dan permintaan tinggi, usaha sederhana ini mendatangkan omzet hingga Rp3 juta dalam sepekan.

Lampu Botol, Tradisi Monuntul, dan Ramainya Pasar Ramadan
Menjelang Lebaran, penjual lampu botol mulai bermunculan di sepanjang jalan utama Kota Kotamobagu. Sepekan terakhir, deretan pedagang tampak menjajakan lampu botol lengkap dengan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Lampu ini dijual dengan harga yang sangat terjangkau, yakni Rp2.500 per botol, sedangkan minyak tanah dibanderol dengan harga Rp25 ribu hingga Rp55 ribu per botol, tergantung ukuran dan kebutuhan pembeli.
Tingginya permintaan lampu botol menjelang Idul Fitri berkaitan dengan tradisi “Monuntul”, yaitu tradisi khas warga Kotamobagu yang dilakukan tiga hari sebelum Lebaran. Dalam tradisi ini, setiap rumah Muslim wajib memasang lampu botol di halaman rumah mereka sebagai simbol penerangan dan kebersamaan.

Strategi Mistry Mengelola Usaha dan Meraih Keuntungan
Mistry Mokodongan, yang telah menggeluti usaha ini selama beberapa tahun terakhir, mengaku sudah mulai mengumpulkan botol bekas jauh sebelum Ramadan tiba. Botol-botol tersebut kemudian dibersihkan dan dipasangi sumbu sebelum akhirnya siap dijual.
“Setiap botol saya jual Rp2.500. Biasanya warga beli empat hingga enam botol sekaligus, ditambah minyak tanah. Saat ini saya punya stok 3.000 botol yang siap dijual,” ungkapnya.
Dengan banyaknya pesanan, dalam sepekan terakhir saja, Mistry mampu memperoleh keuntungan mencapai Rp3 juta.

Antusiasme Warga dan Pentingnya Lampu Botol dalam Tradisi Monuntul
Tingginya permintaan lampu botol menjelang Lebaran terlihat dari ramainya pembeli yang berburu lampu botol untuk tradisi Monuntul. Wanti Indira Toligaga, salah satu warga Kotamobagu, mengaku selalu membeli lampu botol setiap tahun.
“Tradisi Monuntul itu malam pasang lampu. Biasanya kami beli lampu botol di sini karena harganya terjangkau dan bisa dipasang sesuai jumlah penghuni rumah. Rumah saya ada enam orang, jadi saya beli enam lampu botol, ditambah minyak tanah,” katanya.
Selain itu, menurut Wanti, pemasangan lampu botol tidak hanya menjadi simbol penerangan, tetapi juga meningkatkan kebersamaan antarwarga. “Setiap rumah menyalakan lampu botol, jadi kalau malam hari terlihat terang dan indah,” tambahnya.

Dampak Positif: Ekonomi Meningkat, Limbah Plastik Berkurang
Selain mendatangkan keuntungan bagi para penjual seperti Mistry, usaha lampu botol juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Dengan memanfaatkan botol bekas, usaha ini membantu mengurangi jumlah limbah plastik yang berpotensi mencemari lingkungan.
“Botol yang sudah tidak terpakai saya kumpulkan dari warung dan rumah makan. Jadi selain dapat uang, saya juga ikut membantu mengurangi sampah plastik di sekitar sini,” ujar Mistry.
Berkat manfaat ekonominya yang besar dan perannya dalam pelestarian lingkungan, usaha lampu botol dari botol bekas ini menjadi contoh bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan berdampingan, membawa berkah bagi masyarakat.
Dengan datangnya malam Monuntul yang semakin dekat, para pedagang seperti Mistry bersiap menghadapi lonjakan pembeli. Ramadan tahun ini bukan hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga kesempatan emas bagi pelaku usaha kreatif di Kotamobagu.