Bolaang Mongondow, Sulut – Saat sebagian besar orang masih terlelap, suasana di Desa Otam Barat, Bolaang Mongondow, justru semakin hidup pada pukul 02.30 dini hari. Sekelompok remaja dan anak-anak tampak berkeliling desa, membangunkan warga untuk sahur dengan alat musik sederhana, lagu-lagu berbahasa Mongondow, hingga lantunan solawat.
Tradisi yang dikenal sebagai “Mopobangon Kon Intau Mo Sahur” ini bukan sekadar membangunkan orang untuk makan sahur, tetapi juga menjadi ajang kebersamaan bagi warga. Dengan semangat kebudayaan dan kekeluargaan, tradisi ini telah dijaga secara turun-temurun dan tetap dilestarikan hingga kini.

Bagaimana Mopobangon Kon Intau Mo Sahur Dilakukan?
Kelompok remaja dan anak-anak mulai berkumpul sejak tengah malam di titik-titik strategis desa. Mereka membawa alat musik sederhana seperti kentongan, galon air, hingga ember bekas yang dijadikan drum dadakan. Dari jalan utama hingga lorong-lorong, mereka berjalan sambil bernyanyi dan memukul alat musik untuk memastikan seluruh warga terbangun sebelum waktu imsak tiba.
Lagu-lagu yang mereka bawakan tidak hanya berupa solawat, tetapi juga lagu khas Mongondow yang mereka ciptakan sendiri. Suasana menjadi semakin meriah saat suara mereka menggema di sepanjang desa, membangunkan warga dengan cara yang penuh semangat dan kebersamaan.
“Setiap Ramadan, kami selalu ikut Mopobangon Kon Intau Mo Sahur. Ini bukan hanya tentang membangunkan orang sahur, tapi juga mempererat hubungan antarwarga. Suasana desa jadi lebih hidup dan penuh kekeluargaan,” ujar Arga Normansyah Mokodompi, salah satu remaja yang turut serta dalam tradisi ini.

Mengapa Tradisi Ini Penting?
Bagi masyarakat Desa Otam Barat, Mopobangon Kon Intau Mo Sahur bukan sekadar rutinitas, tetapi bagian dari identitas budaya dan warisan leluhur. Tradisi ini memiliki beberapa nilai penting:
- Menjaga Kekompakan
- Mopobangon menjadi ajang berkumpulnya remaja dan anak-anak, mempererat hubungan mereka dalam suasana penuh kebersamaan.
- Melestarikan Budaya Lokal
- Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam bahasa Mongondow menjadi cara untuk mempertahankan bahasa daerah, sekaligus mengenalkan generasi muda pada warisan budaya mereka.
- Memeriahkan Ramadan
- Ramadan menjadi lebih semarak dengan adanya tradisi ini, menciptakan suasana religius yang khas di desa.
- Mengajarkan Nilai Gotong Royong
- Partisipasi seluruh warga, dari anak-anak hingga orang dewasa, menunjukkan bahwa gotong royong masih menjadi bagian kuat dalam kehidupan masyarakat.

Harapan Warga untuk Generasi Mendatang
Masyarakat Desa Otam Barat berharap Mopobangon Kon Intau Mo Sahur tidak hanya bertahan, tetapi juga terus diwariskan kepada generasi berikutnya. Tradisi ini dianggap sebagai simbol kehangatan dan kebersamaan yang harus tetap dijaga, terutama dalam menghadapi modernisasi yang dapat mengikis budaya lokal.
“Kami ingin anak-anak muda tetap melanjutkan tradisi ini. Jangan sampai hilang, karena ini bagian dari identitas kita sebagai orang Mongondow,” kata salah satu warga setempat.
Dengan semangat kebersamaan yang terus menyala, Mopobangon Kon Intau Mo Sahur tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari Ramadan di Bolaang Mongondow, menghadirkan suasana khas yang tidak tergantikan. 🚀🌙