Manado, Sulawesi Utara – Cuaca ekstrem yang melanda perairan Sulawesi Utara selama dua minggu terakhir telah memaksa para nelayan setempat untuk menghentikan aktivitas melaut. Angin kencang dan gelombang tinggi yang mencapai puncaknya membuat perairan menjadi terlalu berbahaya untuk dilayari, menimbulkan kekhawatiran besar akan keselamatan para nelayan.
Harris Nyompa, seorang nelayan di kawasan Menggamas, Manado, menyatakan bahwa kondisi cuaca yang tidak menentu telah mendorong para nelayan untuk sementara waktu meninggalkan pekerjaan mereka di laut. “Kami tidak mau ambil risiko. Gelombangnya terlalu tinggi, anginnya kencang, sangat berbahaya. Jadi kami memilih untuk berhenti melaut,” ujar Harris saat ditemui pada Senin (30/12).

Kerugian Ekonomi dan Dampak Sosial
Keputusan para nelayan untuk tidak melaut berdampak langsung pada pendapatan mereka. Beberapa di antara mereka, seperti Harris, terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Saya sekarang bekerja sebagai tukang, ada juga teman-teman yang jadi buruh kasar. Apa saja kami lakukan selama tidak bisa melaut,” ungkapnya.
Tidak hanya nelayan yang merasakan dampak cuaca buruk ini, masyarakat umum juga terpengaruh. Pasokan ikan di pasar tradisional menurun drastis, menyebabkan kenaikan harga yang signifikan. Ikan yang biasanya menjadi sumber protein utama bagi masyarakat kini menjadi barang yang sulit dijangkau bagi banyak keluarga.

Kerusakan Tambatan Perahu
Selain tidak melaut, para nelayan juga menghadapi tantangan lain akibat cuaca ekstrem. Tambatan perahu yang biasanya menjadi tempat bersandar perahu-perahu nelayan rusak parah diterjang ombak. “Kami terpaksa menarik perahu ke daratan agar tidak semakin rusak. Kalau dibiarkan di laut, ombak besar bisa menghancurkannya,” kata Harris. Langkah ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian dan menjaga agar perahu tetap dapat digunakan setelah cuaca kembali normal.

Kesiapsiagaan Nelayan Menghadapi Cuaca Ekstrem
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi cuaca buruk ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas tekanan rendah di Laut Sulawesi yang memicu angin kencang dan gelombang tinggi. BMKG memprediksi bahwa cuaca ekstrem ini masih berpotensi berlangsung dalam beberapa hari ke depan. Nelayan diimbau untuk terus memantau perkembangan cuaca sebelum memutuskan untuk kembali melaut.
“Keselamatan nelayan adalah prioritas utama. Kami berharap cuaca segera membaik agar aktivitas nelayan kembali normal,” ujar Kepala BMKG Sulawesi Utara dalam keterangannya.

Rencana Nelayan ke Depan
Para nelayan di kawasan Menggamas berencana kembali melaut setelah kondisi cuaca benar-benar stabil. Mereka juga berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk memulihkan kerusakan infrastruktur tambatan perahu yang terdampak. “Kalau cuaca sudah normal, kami akan langsung melaut lagi. Tapi kami juga butuh bantuan untuk memperbaiki tambatan yang rusak agar bisa kembali digunakan,” tambah Harris.
Cuaca buruk ini menjadi pengingat akan pentingnya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Tidak hanya nelayan, seluruh pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh kondisi ekstrem seperti ini.
Masyarakat Sulawesi Utara kini hanya bisa berharap agar badai cepat berlalu, sehingga para nelayan dapat kembali melaut dengan aman dan roda perekonomian di kawasan ini kembali berputar seperti sediakala.