Tidak ada makanan lain di dunia kuliner yang dapat menimbulkan gejolak sosial seperti durian. Buah yang kerap disebut sebagai “raja segala buah” ini dianggap sebagai makanan lezat asal di Asia Tenggara.
Dilansir theconversation.com minat dunia terhadap makanan beraroma kuat telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Meski begitu, durian tetap dibenci dan dipuji. Ada apa di balik polarisasi sengit ini?
Dicintai dan dibenci dengan imbang
Pasar internasional untuk durian tumbuh 400% tahun lalu. Hal ini terutama disebabkan oleh permintaan dari Cina yang meningkat 12 kali lipat sejak tahun 2017.
Namun, tidak semua orang memuja durian. Buah ini sering memicu perdebatan dalam perbincangan saya dengan teman-teman di Asia Tenggara – yang anggota keluarganya bisa bertengkar karena kehadiran buah ini di dapur.
Durian bahkan dilarang di berbagai hotel dan ruang publik di negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2018, sebuah penerbangan dari Indonesia ditunda akibat sebuah muatan durian. Para pelancong dalam penerbangan tersebut mendesak agar muatan yang berbau busuk itu dipindahkan.

Rasa dan bau buah durian sangat sulit untuk dijelaskan. Sebuah artikel yang menggembar-gemborkan manfaat durian menggambarkan baunya sebagai campuran “belerang, limbah, buah, madu, dan bawang busuk panggang”.
Perspektif budaya dan sejarah
Terlepas dari kualitasnya yang memecah belah, durian memiliki peran penting dalam masakan dan budaya Asia Tenggara. Selama berabad-abad, masyarakat adat di seluruh wilayah ini telah menanam beragam spesies buah ini secara berkelanjutan.
Di Borobudur, panel relief menggambarkan durian sebagai simbol keberlimpahan.
Di Malaysia, halaman rumah yang dipenuhi pohon durian merupakan hal yang lumrah. Pohon-pohon ini dihargai karena memberikan makanan, obat-obatan dan tempat berteduh bagi anggota keluarga selama beberapa generasi.
Durian juga ditampilkan dalam kisah penciptaan. Dalam salah satu mitos dari Filipina, dikatakan bahwa seorang pertapa penghuni gua bernama Impit Purok meramu buah khusus untuk membantu seorang raja tua menarik calon pengantin. Namun ketika raja tidak mengundangnya ke pesta pernikahan, pertapa yang marah itu mengutuk ciptaannya dengan bau busuk yang menyengat.

Di Barat, durian pertama kali dicatat dan diamati pada awal abad ke-15 oleh pedagang dan penjelajah Italia Niccolò de’ Conti. De’ Conti mengakui nilai buah ini di seluruh kepulauan Melayu, namun menganggap baunya membuat mual. (Rdm/Art/Bud)